Warga NU Bangkit Berkali-kali

Tahun 1908 dijadikan tahun bangkitnya nasionalisme bangsa Indonesia. Budi Oetomo, sebuah organisasi kepemudaan dijadikan rujukan awal pertanda kebangkitan nasional. Namun, bagi warga Nahdlatul Ulama, kebangkitan itu terjadi berkali-kali. Sekitar tahun 1916, dari para kyai dideklarasikan Nahdlatul Wathan, kebangkitan akan cinta tanah air. Bukan sebuah ormas kepemudaan, namun ditumbuhkembangkan pada diri pelajar. Melalui perguruan Nahdlatul wathan, warga NU sudah bangkit untuk pertama kalinya. Siapa mereka? Kaum pelajar.

 

Kebangkitan berikutnya adalah, nahdlatututtujar, kebangkitan para saudagar. Bukan hanya karena situasi kondisi yang menuntut mereka untuk bangkit melawan kapitalisme, serbuan para pedagang besar kota, tetapi satu target lain, yakni mendukung pembiayaan bagi kebangkitan tanah air dan dakwah para ulama. Jelas sekali, para pengusaha bangkit dalam gerakan kebangsaan.

Berikutnya, meski tidak dengan nama kebangkitan (nahdlat), tetapi taswirul afkar pada hakikatnya adalah sebuah kebangkitan pemikiran. Pergolakan pemikiran menjadi tanda bangkitnya para pemikir, bangkitnya cara berpikira dalam memandang berbagai persoalan dalam bingkai kebangsaan dan dakwah.

Inilah puncaknya, jika sebelumnya para kyai, ulama menjadi motor, pengelola dan pembina, 1926 mereka benar-benar bangkit, dan lahirlah Nahdlatul Ulama. Bangkitnya kaum pelajar, kaum pedagang, kaum cendekia dan pergerakan kemudian diwadahi dalam sebuah kebangkitan para ulama. Satu tujuan dan tekad dalam bingkai kebangsaan dan menyebarkan Islam yang rahmat bagi seluruh alam.

Konteks inilah hendaknya yang dijadikan pijakan kesejarahan Kebangkitan Nasional bagi warga NU, sebuah gerakan kebangkitan yang melibatkan banyak pihak, beragam aspek dan tetap kaidah keagamaan. Kebangkitan yang tuntas atas problem hubungan agama dan negara (bangsa).

Kemudian, bangkitlah para politisi dalam wadah PKB. Ini adalah kebangkitan di era reformasi. Menghadapi masa transisi dan chaos politik menumbuhkan kebangkitan untuk sebuah partai.

Masihkah perlu bangkit kembali? Atau menunggu mati untuk bangkit yang kesekian kali?