Dulu untuk menyebut wartawan adalah kuli tinta. Sebutan ini terdengar sedikit memberi cita rasa, tanpa merendahkan profesi wartawan. Sementara, sebagian orang menganggap remeh profesi kuli. Mereka yang bekerja sebagai pembawa barang dengan tangan atau badan fisiknya disebut kuli. Kata kuli sendiri diambil dri kata Mikuli (memikul) barang-barang. Di pelabuhan, pasar, terminal atau proyek pembangunan akan ada orang-orang yang menawarkan jasanya atau bertugas membawa barang-barang untuk diantar ke suatu tempat. Mereka itulah yang sering disebut kuli.
Potret lusuh, penuh keringat dan mengandalkan tenaga fisik dari kuli, menjadi wajah yang ditangkap oleh khalayak. Akhirnya, sebagian menilai bahwa kuli adalah para pekerja kasar, kotor dan rendahan. Berlanjut kemudian membuat stigma memasukkan para kuli menjadi lapisan sosial yang rendah.
Cobalah sedikit berbeda fokus yang kita gunakan memandang kuli. Lihatlah beban yang dipikulnya. Beras sekwintal, sayuran, tepung atau lainnya. Perhatikanlah, para kuli memanggul beban begitu berat dengan kekuatan fisiknya. Bahwa beban itu, seperti beras adalah beban penjual, beban konsumen, beban petani yang harus terangkut serta beban ekonomi keluarga yang harus dihidupi. Kuli merupakan bagian dari sistem sosial yang turut serta menahan beban orang lain dan keluarganya.
Apapun pekerjaan kita, terdapat beban yang ada di pundak kita, di pikiran kita, di hati kita, seperti kuli. Hanya karena fisik yang dipakai oleh kuli, maka keringatlah yang mengucur. Jika kekuatan fikir yang digunakan, maka stresslah yang menggurat. Jika mulut yang diandalkan, maka celotehlah yang menerocos. Nahnu kuli kulliyah. He he he, mungkin ini istilah yang pas untuk menggambarkan itu.
Masihkan anda dan saya meremehkan kerja keras para kuli?