Kenihilan Diri



Kegagalan-kegagalan yang sering kita temui dalam usaha keseharian kita pada akhirnya akan menimbulkan sebuah keputus asaan akan keberhasilan yang diidamkan. Demikian pula akan membuka cabang perasaan lainnya, yakni kehinaan. Melihat diri yang selalu gagal dan gagal, lama-lama membentuk cara pandang terhadap diri sebagai manusia yang gagal dan tidak berguna. “Bandingkan dengan mereka yang berhasil, hidup berkecukupan, tanpa beban pikiran hutang dan nyaman” begitulah hardik kepada diri yang gagal ini.



Apalagi yang menyatakan, menyampaikan bahkan menghardik adalah orang lain, orang-orang di sekitar kita, maka segala keputusasaan, kehinaan akan mencapai puncaknya, gampangnya sumpeg yang sesumpeg-sumpegnya- sumpeg notog. Sudah pokoknya benar-benar tak ada gunanya.



Benarkah seperti itu? Tunggu dulu, ada dua hal di situ, pertama persepsi, pandangan yang kita bangun sendiri dan persepsi, penilaian orang lain atas kita. Ketika persoalan itu adalah penilaian orang lain, maka lihatlah pada diri sendiri, apakah memang seperti itu? Apakah kita sudah berusaha sebenar-benarnya? Mungkin hanya waktu yang akan membuktikan kebenaran itu semua. Jika itu persepsi kita sendiri, maka sebaiknya kita bongkar saja atau jadikan bahan bakar kita.



Sumpeg yang sudah notog (puncak/klimaks) tersebut pandanglah sebagai sebuah kekuatan yang besar untuk melakukan “balas dendam” agar semua bisa berubah. Dalam keadaan seperti itu, kesadaran kenisbian, kenihilan diri sebagai manusia sudah begitu nampak jelas di hadapan Allah SWT. Mungkin selama ini kita tidak pernah bisa merasakan “kepedihan yang begitu luar biasa” sampai-sampai mengoyak harga diri dan jati diri sebagai manusia.



Bukankah itu hakikat dari segala hakikat kedudukan manusia di hadapan Allah swt.??? memang dihadapan manusia lain atau bahkan diri sendiri yang sering keliru dalam menilai diri bisa jadi benar apa yang terjadi. Tetapi bagi Allah swt. itulah rahasia hakikat yang sedang dibukakan untuk kita. Itulah kecemburuan Allah swt pada kita yang luar biasa, sehingga DIA menarik kita untuk bersungkur dan jatuh cinta kepadaNYA. Itulah sebenarnya hakikat yang kelak akan dibuka di alam barzah, akhirat kelak. Namun itu semua sudah diberikan saat ini di dunia.



Oleh karena itu, marilah kita sandarkan penilaian itu kepada sandaran Allah swt. kepada penilaian kejujuran yang paling murni dan asli, sehingga kita bisa melihat dengan jelas sejelas-jelasnya, siapa diri kita sebenarnya yang tanpa apa-apa dan tidak bisa apa-apa.



Semoga bermanfaat.

Wallahu ‘alamu bisshowab

Tahun baru 2012

Selalu saja ada yang baru. Begitu kata para penjual. Meski barangnya itu-itu saja. Terompet sekarang tentu ada yang berbeda dari yang dulu, meski juga tidak baru-baru beneran. Hiburan malam di tahun baru, ada yang lain dari biasanya, ada yang baru dibandingkan tahun sebelumnya, padahal ya sama saja. Hanya orangnya beda, format berbeda. Dulu banyak artis penyanyi, sekarang yang lagi in adalah para penari sexy. Tapi mereka dulu juga sudah ada, hanya kurang top. Yang baru sebenarnya hanyalah pergantian. Model dulu, dipakai sekarang menjadi model baru. Begitu seterusnya, mode yang selalu dijual baru.

Kegiatannya ternyata juga tidak baru. Yang suka bakar-bakar ikan, ya bisa sama saja tahun ini atau ikannya diganti ayam atau burung dara. Tapi bagi pengantin yang nikah di tahun ini bisa baru dan lain dibandingkan tahun sebelumnya, meski tidak beda jauh dengan malam-malam sebelumnya. Nah bahayanya...bagi anak-anak muda mudi pacaran mencoba hal-hal baru yang di luar batas untuk mereka, mesum. Bisa jadi mereka biasa di hari-hari sebelumnya, tapi dianggap baru.

Harapannya ya berkisar itu-itu saja. Harapan mudah rejeki, mudah jodoh bagi yang jomblo terus menerus, harapan lebih baiklah pokoknya. Ternyata tidak benar-benar baru bukan? Hanya pandanga saat malam tahun baru saja yang berbeda dengan hari-hari sebelumnya, sehingga semua terasa baru untuk menyambut tahun baru.

Lantas apakah yang benar-benar baru dalam hidup kita? Di tahun 2012 ini? Jangan-jangan ada kecemasan baru, seperti ramalan kiamat di penghujung tahun. Wah kalau itu yang muncul, semua benar-benar bisa baru, tapi bikin berantakan dan hopeless. Memasuki tahun baru tetapi dengan spirit baru yang mlempem, kurang bermakna bukan??? Maka lebih baik harapan yang itu-itu saja dan diulang-ulang di setiap menjelang tahun baru jauh lebih baik, jauh lebih memberi semangat buat kita.

Tapi coba luangkanlah waktu untuk menemukan apa yang benar-benar baru pada diri kita, harapan kita, perubahan kita, yang mungkin itu bisa terjadi di tahun 2012.

Selamat tahun baru 2012 semoga banyak kebaikan yang kita peroleh dan perbuat.

Mohon dimaafkan atas segala khilaf dan salah.

Wallahu ‘alamu bisshowab

Gurit Bingung

Nyebut asma kang pinuji

Allahu robby

Tansah amelasi

Marang pribadi



Ugi teng njeng Nabi

Kang anggadahi

Laku budi utami

Mring umat nyafaati



Nyuwun begjo

Nyuwun sekeco

Nyuwun mulyo

Nyuwun sedoyo



Nanging kebak dosa

Nanging kebak cidra

Nanging kebak sio

Nanging kebak suloyo



Ngibadah tan ngerti

Sopo sing dipuji

Jebul memuji

Diri pribadi



Sholat pirang-pirang rakaat

Tan dunung arah kiblat

Tan mapan niat

Asal silit njengat



Laku broto gething dunya

Sing disuwun malah brana

Laku pasa jiwa raga

Sing digolek mulya jaya



Duh Gusti Kang Mahasuci

Tan pegot kalyan puji

Dening sekehing alam abdi

Dados pripun awak niki



Ngetan ngulon mboten genah

Ngalor ngidul tansah was lan owah

Tan ana tan kena hidayah

Tan ana tan kena syafaah



Muji awan wengi

Sujud bengi ora luput

Tangis ra wis uwis

Susah susah susah



Duh Gusti

Kados pundi???



(Sumber : Kitab Teles, Bab Geguritan, Pasal Bingung)











Cukupkah Kematian Menjadi Nasehat dan Pelajaran ?

Setiap kuingat, kematian

selalu muncul perasaan, sendirian

tak berkawan

Setiap kudengar, berita

Kematian

Selalu muncul pertanyaan,

Baik-baik sajakah kawan?

Setiap kuterima, kabar

Kematian

Selalu bertanya dalam pikiran

Apa yang kubanggakan?

Setiap kutahu, ada

Kematian

Hati ini gelisah tak karuan

Sudah siapkah tuan?

Setiap kubaca, informasi

Kematian

Rasa ini berontak tak mau diam

Bisakah semua kupertanggungjawabkan?

Setiap kematian

Diikuti kelahiran

Kesadaran, akan diri sebagai tuan

Diikuti kemunculan

Penyesalan, akan diri yang tak karuan

Tetapi.....

Belum cukupkah kematian

Sebagai pelajaran?

Meski itu berulang-ulang

Kusaksikan?

Duh Gusti

Ingkang anguasani sedoyo kahanan

Berilah cahaya keimanan

Untuk memahami pelajaran

Kematian !!!

(Sumber : Kitab Teles, Bab Kematian, Pasal : Penyesalan)

Tahun Baru : Inilah Pesta Kita !!!



“Hoi...kawan setiaku, dimana kau berada

jangan bersedih bahkan berduka

jika sudah tak kuasa untuk menggoda

atau mengajak serta manusia

Inilah saatnya kita bisa ikut berpesta

tak perlu susah dan kerja ekstra

tuk menggoda manusia

malam Tahun Baru penuh gembira

kembang api dalam pesta

Cukupilah uang dalam saku

Ajari belanja dengan segala rupa

Ajari bagaimana memenuhi nafsu

Ajari untuk apa mereka berpesta

Inilah fokus kita : kaum muda

Katakan padanya :

“malam tahun baru malam pembuktian cinta

ajak bersuka ria dalam nada syahwat

dan gita cinta

sediakan perlengkapannya : diapotek sudah ada

bebas dibeli siapa saja

Jika cara ini saja tidak bisa

maka pensiun saja, menjadi jamaah

dari Majelis Iblis yang mulia

Masihkah kalian menjadikanku IBLIS

sebagai kawan setia???

Ha Ha Ha Ha Ha

(Ayat-ayat Iblis : 07)

Pintu Keempat

PINTU KEEMPAT

 

Iblis bercerita :

 

Kali ini aku akan bercerita, kepada semua kawan setiaku tentang pintu yang keempat. Dulu kala, dan konon katanya manusia dianggap mempunyai kelebihan karena dia mempunyai akal. Manusia mempunyai potensi yang “tak terhingga” untuk mencari solusi atas semua masalahnya. Dengan akal manusia bisa menguasai apa saja yang ada di muka bumi bahkan di langit. Akal menjadi alat bagi manusia untuk mempelajari dan menguasai agama. Mudahnya, akal adalah alat berkuasa!!!

 

Wow, wow, wahai kawan setia jangan kau takut dulu atau berkecil hati, karena manusia menjadi makhluk yang begitu berkuasa dan punya potensi begitu luar biasa. Pandanglah bahwa itu semua adalah : Alat untuk menggoda !!!. Baliklah logika itu, bagi manusia menjadi alat berkuasa, maka bagi kita menjadi alat menggoda.

 

Doronglah terus manusia, dengan akalnya untuk selalu haus dan bernafsu pada kuasa. Jika perlu beri mereka kekuatan-kekuatan tambahan, berikan kesaktian-kesaktian ikutan pada akalnya agar selalu mengejar kuasa untuk memenuhi hasrat binatangnya.

 

Tunjukkan keluasan alam raya dan semesta kepada akal manusia, seolah-olah mereka sudah bisa mencapai derajat Yang Kuasa. Berikan bocoran rahasia akan hebatnya akal mereka mencari rahasia semesta. Melalui akalnya jadikan manusia menjadi ilmuwan yang tak perlu percaya pada Tuhan, lalai akan dirinya dari tetes air sperma.

 

Ajari mereka logika, berikan rumus paling sederhana, sehingga mereka tidak mau bekerja ekstra atau berguru lama untuk menguasai agama. Cukup ajari mereka hitam dan putih dalam beragama, sehingga dengan logika itu, mereka mudah menyesatkan sesama. Jadikan logika itu menjadi kaidah agama mereka, dan mengganti Kitab Suci dan teladan nabi menjadi penguat saja untuk menuruti akal logikanya.

 

Wahai kawan setia, jangan berkecil hati untuk menggoda atau menyesatkannya karena manusia pintar dan pandai dengan akalnya. Mudah saja, pisahkan akal dengan hati dan rasa, jadikan dia sebagai panglimanya, maka itu cukup buatmu menyeret mereka menjadi barisan kita, menjadi jamaah kita dalam majelis iblis mulia.....Ha Ha Ha Ha Ha....”

 

(Ayat-ayat Iblis : 06)

 

Wall Facebook : Soal Cinta

Dindingpun tak lagi

Menjadi penghalang

Cinta



Dindingpun tak sekedar

Mendengar cerita

Cinta



Dindingpun tak sekedar

Berbicara soal

Cinta



Dindingpun tak sekedar

Bercengkrama dalam

Cinta



Dindingpun tak lagi

Putih warna, tapi

Cinta



Dindingpun tak lagi

Tempat hiasan, tapi

Cinta



Dindingpun tak hanya

Bisa itu saja, tapi berpikir

Cinta



Dindingpun bertanya,

Pada Anda : Apa yang kaupikirkan?

Cinta



(Sumber : Kitab Teles, Bab Wall, Pasal Cinta)

Memahami Sejarah Islam di Jawa : Damai atau Pedang?

Tulisan ini tidak mengajak anda untuk membuat vonis atas sejarah tertentu, yakni penyebaran Islam di Jawa melalui pertumpahan darah atau damai. Namun saya hanya mengajak, kepada anda menuju sebuah kesadaran pemahaman bahwa sejarah sebagai peristiwa atau cerita yang niscaya diperdebatkan. Namun demikian, ada beberapa hal yang bisa dijadikan alat atau cara dalam penelusuran mencapai sebuah “konstruksi kebenaran sejarah” tersebut.

Manusia (Pelaku, Penutur)

Sejarah tidak lepas dari pelaku. Ketika penyebaran Islam ditekankan pada teori perdagangan, maka pelaku penyebaran Islam di Jawa adalah kaum saudagar/pedagang. Namun, ketika kajian sejarah menekankan pelakunya adalah pejabat negara, seperti tentara, maka bisa jadi penyebaran Islam di Jawa dilakukan melalui, penaklukan, peperangan dan pertumpahan darah. Misalnya, ketika Kerajaan Demak berperang dengan (sisa-sisa) Majapahit, maka akan muncul sebuah konstruksi penaklukan dan peperangan penuh darah dan permusuhan.

Apalagi, ditambah dengan konstruksi masing-masing penutur, atau yang menceritakan. Misalnya ketika, sumber kisah tersebut adalah dari serat Darmogandul, maka akan muncul pertarungan sengit antara penguasa Demak dan Walisongo dengan Sabdo Palon, penerus Majapahit. Namun ketika anda menggunakan sumber lainnya, bisa jadi konstruksinya berbeda.



Waktu (Kapan)

Ketika penyebaran Islam di Jawa dicatat dan diawali pada masa pendirian kerajaan Demak (±abad 14-15), maka cerita peperangan tidak bisa dielakkan. Bagaimanapun berdirinya sebuah kerajaan baru, terlebih lagi masih ada kaitannya dengan kerajaan yang ada sebelumnya, apakah agamanya sama atau lain, tentu perebutan kekuasaan dalam suatu wilayah tidak bisa dipungkiri.

Namun ketika penyebaran Islam di Jawa ditandai dengan adanya komunitas masyarakat Islam di Leran (Gresik) (±abad 11), maka penyebaran Islam di Jawa penuh damai akan begitu jelas. Atau anda memfokuskan waktunya pada masa-masa sunan Kalijaga dalam berkeliling di tanah Jawa, tentu tak ada gambaran yang mengerikan dalam penyebaran Islam.

Ruang (Lokasi)



Demikian pula soal, ruang atau lokasi, maka akan memberikan keragaman dalam memahami sejarah. Penyebaran Islam di Kalimantan, tentu secara garis besar akan berbeda dengan di Jawa, atau dengan daerah-daerah lainnya. Demikian pula di Jawa sendiri, antara daerah Yogyakarta dibandingkan dengan di Mojokerto. Sebab, lokasi akan diikuti oleh kondisi dari lokasi itu sendiri. Apakah lokasi tersebut memang sudah ada kerajaan atau penguasa setempat atau masih berupa perkampungan kecil.



Pada akhirnya, pemahaman sejarah tidak bisa dilepaskan berbagai dimensi yang menyertainya, baik pelaku, ruang dan waktu. Itu semua akan membangun konteks tersendiri dalam setiap periwayatan sebuah sejarah, termasuk sejarah penyebaran Islam di tanah Jawa. Perbedaan interpretasi sebuah keniscayaan, namun penulisan sejarah harus mengajukan sebuah bukti yang valid menyangkut pelaku, ruang dan waktu sebuah peristiwa sejarah terjadi. Sehingga akan memberikan ruang bagi kita memahami konteks serta membuat konstruksi yang adil bagi sejarah.

Wallahu ‘alamu bisshowab

Pintu Ketiga





 “Wahai kawan setia, kemarilah

Mendekat, ya lebih dekat padaku



Akan kuberitahu tentang

Pintu ketiga yang selanjutnya



Lisan itulah yang kumaksud

Gerbang tanpa penjaga

Mantra tanpa do’a

Senjata tanpa mata



Wahai kawan setia,

Jama’ah Iblis semuanya





Teguhkan manusia

pada kata dan bahasa,

tak perlu rasa



Yakinkan manusia,

pada daya dan kuasa

tak perlu bijaksana



Biasakan manusia,

pada obat dan cara

dengan kata-kata



Alihkan perhatian manusia,

untuk sembrono dan terlena

tidak menjaga lisannya



Berilah bukti pada manusia

melalui tutur bahasa

dia bisa meraih apa saja,

meski harus mengorbankan sesamanya



Dudukkanlah manusia pada singgasana

dengan do’a dan fatwa

yang mengendalikan manusia lainnya, tapi

kau harus turut serta di dalamnya



Wahai kawan setia,

Jama’ah Iblis semuanya



Lakukanlah....

Hanya itu saja.....

Ha ha ha ha



(Ayat-Ayat Iblis : 05)















Piagam Madinah

Mukadimah

Dengan nama Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang "Inilah Piagam Tertulis dari Nabi Muhammad SAW di kalangan orang-orang yang beriman dan memeluk Islam (yang berasal) dari Quraisy dan Yatsrib, dan orang-orang yang mengikuti mereka, mempersatukan diri dan berjuang bersama mereka."

I. Pembentukan Ummat

Pasal 1

Sesungguhnya mereka satu bangsa negara (ummat), bebas dari (pengaruh dan kekuasaan) manusia.

Pasal 2

Kaum Muhajirin dari Quraisy tetap mempunyai hak asli mereka, saling menanggung, membayar dan menerima uang tebusan darah (diyat) karena suatu pembunuhan, dengan cara yang baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 3

1. Banu 'Awf (dari Yathrib) tetap mempunyai hak asli mereka, tanggung menanggung uang tebusan darah (diyat).

2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan uang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 4

1. Banu Sa'idah (dari Yathrib) tetap atas hak asli mereka, tanggung menanggung wang tebusan mereka.

2. Dan setiap keluarga dari mereka membayar bersama akan wang tebusan dengan baik dan adil di antara orang-orang beriman.

Pasal 5

1. Banul-Harts (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, saling tanggung-menanggung untuk membayar uang tebusan darah (diyat) di antara mereka.

2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 6

1. Banu Jusyam (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.

2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman

Pasal 7

1. Banu Najjar (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) dengan secara baik dan adil.

2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang beriman.

Pasal 8

1. Banu 'Amrin (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.

2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 9

1. Banu An-Nabiet (dari suku Yathrib) tetap berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.

2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 10

1. Banu Aws (dari suku Yathrib) berpegang atas hak-hak asli mereka, tanggung-menanggung membayar wang tebusan darah (diyat) di antara mereka.

2. Setiap keluarga (tha'ifah) dapat membayar tebusan dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.
III. Persatuan Se-agama

Pasal 11

Sesungguhnya orang-orang beriman tidak akan melalaikan tanggung jawabnya untuk memberi sumbangan bagi orang-orang yang berhutang, karena membayar uang tebusan darah dengan secara baik dan adil di kalangan orang-orang beriman.

Pasal 12

Tidak seorang pun dari orang-orang yang beriman dibolehkan membuat persekutuan dengan teman sekutu dari orang yang beriman lainnya, tanpa persetujuan terlebih dahulu dari padanya.

Pasal 13

1. Segenap orang-orang beriman yang bertaqwa harus menentang setiap orang yang berbuat kesalahan , melanggar ketertiban, penipuan, permusuhan atau pengacauan di kalangan masyarakat orang-orang beriman.

2. Kebulatan persatuan mereka terhadap orang-orang yang bersalah merupakan tangan yang satu, walaupun terhadap anak-anak mereka sendiri.

Pasal 14

1. Tidak diperkenankan seseorang yang beriman membunuh seorang beriman lainnya karena lantaran seorang yang tidak beriman.

2. Tidak pula diperkenankan seorang yang beriman membantu seorang yang kafir untuk melawan seorang yang beriman lainnya.

Pasal 15

1. Jaminan Tuhan adalah satu dan merata, melindungi nasib orang-orang yang lemah.

2. Segenap orang-orang yang beriman harus jamin-menjamin dan setiakawan sesama mereka daripada (gangguan) manusia lain
IV. Persatuan Segenap Warga Negara

Pasal 16

Bahwa sesungguhnya kaum-bangsa Yahudi yang setia kepada (negara) kita, berhak mendapatkan bantuan dan perlindungan, tidak boleh dikurangi haknya dan tidak boleh diasingkan dari pergaulan umum.

Pasal 17

1. Perdamaian dari orang-orang beriman adalah satu

2. Tidak diperkenankan segolongan orang-orang yang beriman membuat perjanjian tanpa ikut sertanya segolongan lainnya di dalam suatu peperangan di jalan Tuhan, kecuali atas dasar persamaan dan adil di antara mereka.

Pasal 18

Setiap penyerangan yang dilakukan terhadap kita, merupakan tantangan terhadap semuanya yang harus memperkuat persatuan antara segenap golongan.

Pasal 19

1. Segenap orang-orang yang beriman harus memberikan pembelaan atas tiap-tiap darah yang tertumpah di jalan Tuhan.

2. Setiap orang beriman yang bertaqwa harus berteguh hati atas jalan yang baik dan kuat.

Pasal 20

1. Perlindungan yang diberikan oleh seorang yang tidak beriman (musyrik) terhadap harta dan jiwa seorang musuh Quraisy, tidaklah diakui.

2. Campur tangan apapun tidaklah diijinkan atas kerugian seorang yang beriman.

Pasal 21

1. Barangsiapa yang membunuh akan seorang yang beriman dengan cukup bukti atas perbuatannya harus dihukum bunuh atasnya, kecuali kalau wali (keluarga yang berhak) dari si terbunuh bersedia dan rela menerima ganti kerugian (diyat).

2. Segenap warga yang beriman harus bulat bersatu mengutuk perbuatan itu, dan tidak diizinkan selain daripada menghukum kejahatan itu.

Pasal 22

1. Tidak dibenarkan bagi setiap orang yang mengakui piagam ini dan percaya kepada Tuhan dan hari akhir, akan membantu orang-orang yang salah, dan memberikan tempat kediaman baginya.

2. Siapa yang memberikan bantuan atau memberikan tempat tinggal bagi pengkhianat-pengkhianat negara atau orang-orang yang salah, akan mendapatkan kutukan dan kemurkaan Tuhan di hari kiamat nanti, dan tidak diterima segala pengakuan dan kesaksiannya.

Pasal 23

Apabila timbul perbedaan pendapat di antara kamu di dalam suatu soal, maka kembalikanlah penyelesaiannya pada (hukum) Tuhan dan (keputusan) Muhammad SAW.
V. Golongan Minoritas

Pasal 24

Warganegara (dari golongan) Yahudi memikul biaya bersama-sama dengan kaum beriman, selama negara dalam peperangan.

Pasal 25

1. Kaum Yahudi dari suku 'Awf adalah satu bangsa-negara (ummat) dengan warga yang beriman.

2. Kaum Yahudi bebas memeluk agama mereka, sebagai kaum Muslimin bebas memeluk agama mereka.

3. Kebebasan ini berlaku juga terhadap pengikut-pengikut/sekutu-sekutu mereka, dan diri mereka sendiri.

4. Kecuali kalau ada yang mengacau dan berbuat kejahatan, yang menimpa diri orang yang bersangkutan dan keluarganya.

Pasal 26

Kaum Yahudi dari Banu Najjar diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 27

Kaum Yahudi dari Banul-Harts diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 28

Kaum Yahudi dari Banu Sa'idah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 29

Kaum Yahudi dari Banu Jusyam diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 30

Kaum Yahudi dari Banu Aws diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas

Pasal 31

1. Kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti kaum yahudi dari Banu 'Awf di atas

2. Kecuali orang yang mengacau atau berbuat kejahatan, maka ganjaran dari pengacauan dan kejahatannya itu menimpa dirinya dan keluarganya.

Pasal 32

Suku Jafnah adalah bertali darah dengan kaum Yahudi dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah

Pasal 33

1. Banu Syuthaibah diperlakukan sama seperti kaum Yahudi dari Banu 'Awf di atas.

2. Sikap yang baik harus dapat membendung segala penyelewengan.

Pasal 34

Pengikut-pengikut/sekutu-sekutu dari Banu Tsa'labah, diperlakukan sama seperti Banu Tsa'labah.

Pasal 35

Segala pegawai-pegawai dan pembela-pembela kaum Yahudi, diperlakukan sama seperti kaum Yahudi.
VI. Tugas Warga Negara

Pasal 36

1. Tidak seorang pun diperbolehkan bertindak keluar, tanpa ijinnya Muhammad SAW

2. Seorang warga negara dapat membalaskan kejahatan luka yang dilakukan orang kepadanya

3. Siapa yang berbuat kejahatan, maka ganjaran kejahatan itu menimpa dirinya dan keluarganya, kecuali untuk membela diri

4. Tuhan melindungi akan orang-orang yang setia kepada piagam ini

Pasal 37

1. Kaum Yahudi memikul biaya negara, sebagai halnya kaum Muslimin memikul biaya negara

2. Di antara segenap warga negara (Yahudi dan Muslimin) terjalin pembelaan untuk menentang setiap musuh negara yang memerangi setiap peserta dari piagam ini

3. Di antara mereka harus terdapat saling nasihat-menasihati dan berbuat kebajikan, dan menjauhi segala dosa

4. Seorang warga negara tidaklah dianggap bersalah, karena kesalahan yang dibuat sahabat/sekutunya

5. Pertolongan, pembelaan, dan bantuan harus diberikan kepada orang/golongan yang teraniaya

Pasal 38

Warga negara kaum Yahudi memikul biaya bersama-sama warganegara yang beriman, selama peperangan masih terjadi
VII. Melindungi Negara

Pasal 39

Sesungguhnya kota Yatsrib, Ibukota Negara, tidak boleh dilanggar kehormatannya oleh setiap peserta piagam ini

Pasal 40

Segala tetangga yang berdampingan rumah, harus diperlakukan sebagai diri-sendiri, tidak boleh diganggu ketenteramannya, dan tidak diperlakukan salah

Pasal 41

Tidak seorang pun tetangga wanita boleh diganggu ketenteraman atau kehormatannya, melainkan setiap kunjungan harus dengan izin suaminya
VIII. Pimpinan Negara

Pasal 42

1. Tidak boleh terjadi suatu peristiwa di antara peserta piagam ini atau terjadi pertengkaran, melainkan segera dilaporkan dan diserahkan penyelesaiannya menurut (hukum ) Tuhan dan (kebijaksanaan) utusan-Nya, Muhammad SAW

2. Tuhan berpegang teguh kepada piagam ini dan orang-orang yang setia kepadanya

Pasal 43

Sesungguhnya (musuh) Quraisy tidak boleh dilindungi, begitu juga segala orang yang membantu mereka

Pasal 44

Di kalangan warga negara sudah terikat janji pertahanan bersama untuk menentang setiap agresor yang menyergap kota Yathrib
IX. Politik Perdamaian

Pasal 45

1. Apabila mereka diajak kepada pendamaian (dan) membuat perjanjian damai (treaty), mereka tetap sedia untuk berdamai dan membuat perjanjian damai

2. Setiap kali ajakan pendamaian seperti demikian, sesungguhnya kaum yang beriman harus melakukannya, kecuali terhadap orang (negara) yang menunjukkan permusuhan terhadap agama (Islam)

3. Kewajiban atas setiap warganegara mengambil bahagian dari pihak mereka untuk perdamaian itu

Pasal 46

1. Dan sesungguhnya kaum Yahudi dari Aws dan segala sekutu dan simpatisan mereka, mempunyai kewajiban yang sama dengan segala peserta piagam untuk kebaikan (pendamaian) itu

2. Sesungguhnya kebaikan (pendamaian) dapat menghilangkan segala kesalahan
X. Penutup

Pasal 47

1. Setiap orang (warganegara) yang berusaha, segala usahanya adalah atas dirinya

2. Sesungguhnya Tuhan menyertai akan segala peserta dari piagam ini, yang menjalankannya dengan jujur dan sebaik-baiknya

3. Sesungguhnya tidaklah boleh piagam ini dipergunakan untuk melindungi orang-orang yang dhalim dan bersalah

4. Sesungguhnya (mulai saat ini), orang-orang yang bepergian (keluar), adalah aman

5. Dan orang yang menetap adalah aman pula, kecuali orang-orang yang dhalim dan berbuat salah

6. Sesungguhnya Tuhan melindungi orang (warganegara) yang baik dan bersikap taqwa (waspada)

7. Dan (akhirnya) Muhammad adalah Pesuruh Tuhan, semoga Tuhan mencurahkan shalawat dan kesejahteraan atasnya

Bener ora Lumrah



Nembe mawon si Mbah paring pitutur, Ngger :



Rebutan bener kui yo lumrah

Lamun bener kui siji,

Nanging dadine congkrah



Rebutan goleki bener kui yo lumrah

Lamun dalane kui akeh,

Nanging ojo podo serakah



Rebutan salah kui yo ora lumrah

Lamun salahe pribadi

Kudune iso  lembah manah



Rebutan goleki salah yo ora lumrah

Lamun salahe liyan

Kudune iso nyegah ghibah



(Sumber : Kitab Teles, Bab Bener, Pasal Lumrah)

PINTU KEDUA

PINTU KEDUA

 

Wahai kawan setiaku, dalam majelisku yang mulia

Aku, Iblis LAKNATULLAH :

“Setelah pintu pertama

kuberitahukan kepadamu semua

maka hendaknya kau dengar

untuk yang kedua

jika yang pertama

butuh kekuatan ekstra tuk menggoda

manusia,

maka yang kedua, kau bisa bersuka cita

dengannya

itulah rasa, bagian penyempurna

manusia

bagian yang sangat beraneka warna

dalam wujud dan panggilannya

rasa cinta, rasa duka, rasa senang

rasa lapar, rasa haus, rasa kenyang

rasa pandai, rasa bodoh, rasa kuat

rasa tahu, rasa sakti, rasa hebat

dan lain sebagainya

tinggal kau hembuskan api rasa

biar membara

tinggal kau ikut bersama rasa

biar semua jadi lupa

wahai kawan setiaku,

semuanya

itulah yang kedua dari pintu

menggoda manusia

Ha Ha Ha Ha Ha

(Ayat-ayat Iblis :05)

ENTUT

ENTUT

Baumu bikin hidung bersungut-sungut

Suaramu bikin telinga keriput

Warnamu, sayang tak bisa dilihat

Hijau, biru apa coklat

ENTUT

Kata yang pantas buat mulut

Suka bicara kotor dan tak patut

Kata yang layak buat pendapat

Ambil dalil asal jumput



ENTUT

Dibenci tapi dicari-cari

Disuka karena bisa bikin lega

Dibiayai karena bernilai tinggi

Dijadikan bukti dan analogi

ENTUT

Ditahan bisa bikin sakit

Dilepas bisa bikin kalap

Disimpan bikin nggak tahan

Dibuang masih suka dicari

ENTUT

Apa aku kayak entut?

Dibenci sekaligus dicari?

Apa aku kayak entut?

Dibuang tapi bernilai tinggi ?

(Sumber : Kitab Teles, Bab Kemproh, Pasal Entut)

RUTINITAS

YANG RUTIN DAN TIDAK

Dalam menjalani kehidupan di dunia, khususnya soal aktivitas di dalamnya, menurut saya, bisa dikelompokkan menjadi dua bagian pokok, yaitu yang rutin dan tidak rutin.

Hal yang rutin, bisa disebabkan oleh dua hal, yakni sebab alamiah, dan sebab maksudiyah (disengaja-). Makan, minum bisa dimasukkan dalam bagian rutinitas yang alamiah. Sejak kita lahir sampai saat ini, berulang-ulang kita melakukannya. Demikian pula tidur, kencing, buang air besar. Sedangkan yang rutin sebab disengaja adalah kita bekerja, ke sekolah, ke pengajian yang memang kita rutinkan. Bisa saja kita membatalkan, atau tidak hadir, namun pada keseluruhannya kan rutin. Tetapi rutinitas itu bukan sesuatu yang alami datangnya.

Kelompok kedua adalah hal tidak rutin, ini juga bisa dikelompokkan dalam dua bagian, yaitu tidak rutin karena alamiah (faktor-X diluar diri) dan tidak rutin karena disengaja. Dalam kehidupan anda tiba-tiba atau ndilalah menemui sial, kesandung batu. Itu adalah peristiwa yang terjadi tidak rutin. Ini bisa jadi karena tidak disengaja (memang ada sengaja benturin kaki ke batu?). Bagian kedua adalah tidak rutin yang disengaja. Bunuh diri adalah contoh yang jelas dan mudah dipahami. Kita tidak biasa melakukan itu, kemudian karena frustasi dan sumpek nekat melakukannya, meski akhirnya gagal total.

Baik yang rutin dan tidak rutin semua memiliki hikmah sendiri-sendiri. Rutinitas alamiah akan mengajari kita kepada kesadaran akan keterbatasan diri sebagai bagian dari alam, demikian pula yang tidak rutin alamiah. Ketidakberdayaan kita melampaui batas-batas kemampuan alamiah kita memberi kita pelajaran banyak sekali, sehingga kita bisa menyadari akan kerendahan dan kelamahan kita.

Demikian pula rutinitas yang disengaja, seperti bekerja, melakukan wirid semua bisa memberi pelajaran kita akan sebuah proses dalam menjalani hidup, kesadaran akan proses yang harus dilalui sebagai bagian dari perputaran kehidupan. Yang tidak rutin disengaja, seperti bunuh diri tadi atau perbuatan lain, misalnya nekat merantau akan memberi pelajaran kepada kita bahwa selalu masih ada peluang untuk berubah dalam kehidupan.

Maka, dengan pelajaran itu, kita akan arif dan bijaknsana dalam menjalani kehidupan. Kapan saatnya harus menerima dalam rutinitas, kapan saatnya harus berbuat tidak rutin yang disengaja dan sebagainya. Jadikanlah hidup anda bermakna seiring makna yang anda bangun melalui hal rutin atau tidak rutin.

Wallahu 'alamu bisshowab

(Sumber : Kitab Teles, Bab Perilaku, Pasal Rutinitas)

Pintu Pertama



Wahai kawan setiaku, Iblis yang Terlaknat Oleh Allah



“aku tunjukkan pintu pertama

untuk merayu manusia,

dan berdasarkan pengalamanku,

sudah banyak yang berhasil karenanya



“niat itulah pintunya,

jangan kau anggap niat itu sekejap

ketika kalimat atau kehendak terucap

perhatikanlah, bahwa niat

adalah seluruh bagian dari apa yang diperbuat



“maka, wahai kawan setiaku

hembuskanlah ragu-ragu atas niat manusia

sodorkan pilihan lain yang sekiranya bisa menggodanya

atau kau ajak dia ke dalam alam yang disuka



jika dia kuat berniat, maka

yakinkanlah bahwa apa yang diperbuat itu sia-sia

katakan padanya, bahwa Allah tidak akan menilai amalnya



Jika dia masih kuat berniat, maka

kabarkanlah kepadanya, bahwa semua usaha

suduh cukup mengantarkannya ke surga



Jika dia masih saja kuat berniat, maka

ajaklah dia belajar berhitung atas amal-amalnya

bahwa semua layak menjadi bekal dan hujjah

menghadap Tuhannya



“Wahai kawan setiaku, maka

pandailah kau berusaha, sebab di pintu itulah

bujuk rayu kita akan sangat berguna

menjadikan manusia sebagai kawan setia

dalam majelis kita......



Ha Ha Ha Ha Ha Ha

(Ayat-ayat Iblis : 05)









Iblis Laknat : Inilah Garis Perjuanganku, Maka Waspadalah

Inilah Garis  Perjuanganku, IBLIS :



“Kepada ahli Ilmu, tak sedikitpun kuragu

tuk melancarkan bujuk rayu

tuk sajikan nasehat dan wawasan palsu

karena mereka hanya bersandarkan buku

“Kepada ahli ibadah, tak sedetikpun kulelah

tuk memberi hadiah semua jerih payah

tuk suguhkan pujian nan indah

karena mereka hanya bersandarkan sajadah

“Kepada ahli sareat, tak gentar kan kusikat

tuk kasih pukulan aperkat

tuk beri pelajaran yang dahsyat

karena mereka hanya bersandar pada semangat

“Kepada ahli makrifat, tak takut ku untuk berbuat

tuk meninggikan derajat

tuk menyematkan gelar dan pangkat

karena mereka hanya bersandar pada bahasa dan kalimat

Itulah sumpahku, IBLIS TERLAKNAT......”

(Ayat-ayat Iblis : 04)

Aku lebih Hasud padamu, ketimbang kepada Adam



Dan Inilah Rahasia Iblis yang dikabarkan :

“Wahai manusia, INILAH KISAHKU

kubukakan buatmu sekalian

agar kalian bisa belajar dariku

dengan kesungguhan, bagai diriku

bersungguh menyandang pangkat sebagai TERLAKNAT

Ketahuilah dan camkan !!!

Hasudku (iri dengkiku) kepada Adam

karena aku tidak mau kemuliaanku bersama Tuhan

diambil olehnya

maka, argumenku adalah : Zatku lebih mulia daripadanya

Ketahuilah dan camkan !!!

Itulah hasudku, yang pertama dan yang pertama

untuk selamanya

aku selalu dan selalu tidak rela

jika kemuliaan itu ada pada

manusia

Wahai manusia,

Jika sebab itu aku siap dihujamkan ke Jahannam

sebagai tempat kembaliku

Bagaimana dengan dirimu?

Sebab terlaknatmu sungguh melebihi diriku

kau hasud kepada sesamamu sendiri

tapi diriku tidak akan pernah hasud pada jenis dan bangsaku

kau hasud dengan banyak hal

sementara aku hanya satu karena Zatku

orang bodoh, kau hasud padanya

karena dia begitu tenang dalam hidupnya

orang kaya, kau hasud juga

karena dia bisa membeli apa saja

orang berilmu, kau iri pula

karena dengannya dia mampu mengenal dirinya

orang berpangkat, kau hasud jua

karena dia dihormati siapa saja

orang berkuasa, kau hasud padanya

karena dengannya dia bisa memerintah siapa saja

Maka, wahai manusia, Camkan !!!

Kau telah melampaui derajatku

Kau telah bid’ah atas hasudku

yang hanya satu saja

Maka, Wahai manusia, Camkan!!!

Inilah hasudku yang kedua,

Kau telah merebut derajat TERLAKNAT

yang sudah menjadi pangkat dan derajatku

(Ayat-ayat Iblis : 04)

Iblispun Cemburu Padamu

Dan Iblis pun CEMBURU padamu :

“Hei, Manusia, kausudah membikinku cemburu

Bagaimana bisa kauduakan aku dengan DIA?

Bagaimana terjadi wajahmu menghadapNYA?

Sementara syahwatmu kautundukkan padaku

Kaupuji DIA dengan lisanmu,

Sementara hatimu melirik kepadaku

Kausebut DIA

Tapi kaurindu padaku

Sungguh manusia, kau terlalu

Kaucampakkan aku dan DIA,

Tuhanmu dan Tuhanku

Keimananmu kaupegang hanya dengan tanganmu

Keislamanmu kaupakai hanya dengan bajumu

TahtaNYA, bahkan Majelisku

Kaududuki dengan namamu, SENDIRI

Kau telah rebut kerajaanku dan kemuliaanku

Kauganti peranku dihadapan Tuhan,

Sebagai TERLAKNAT.....

(Ayat Iblis : 03)

Ulama NU : Penjaga Tradisi Bermadzhab


Upaya untuk menyatukan umat Islam yang terdiri dari berbagai paham di Indonesia bukan tidak pernah dilakukan. Perpecahan, perdebatan antar umat Islam yang berkisar pada soal-soal furu’iyah dalam kegamaan sudah begitu besar terjadi di masarakat. Sebuah forum didirikan pada tahun 1921 di Cirebon, yaitu Kongres Al Islam.

1)    Kongers Al Islam pertama (di Cirebon) dipimpin langsung oleh HOS Tjokroaminoto dan dibantu oleh H. Agus Salim. Dalam kongres ini tidak dihasilkan sebuah perdamaian atau persatuan yang diharapkan. Boleh dikatakan sis-sia sebagai upaya penyatuan umat Islam di Indonesia. Perdebatan antara kelompok tradisional (KH Abdul Wahab Hasbullah serta KH R Asnawi) dan pembaharu (Ahmad Soorkatti). Namun demikian dalam kongres tersebut diputuskan adanya pembentukan Centra Comitte Al- Islam (CCI)-sebuah panitia khusus untuk menangani soal khilafiyah yang anggotanya terdiri dari berbagai kelompok. Ketua saat itu ditunjuk Soeroso, tokoh Syarikat Islam Garut.

2)    Kongres Al Islam kedua, diadakan di Garut. Perdebatan dan perselisihan tidak mereda, tetapi semakin tajam dan panas, karena adanya perisitiwa-peristiwa di luar negeri (Timur Tengah khusunya) yang ikut mempengaruhinya. Perkembangan politik kekhilafahan dan isu pembaharuan ajaran Islam di sana semakin membakar perselisihan tersebut.

Tahun 1922 Khalifah Wahidudin (Muhammad VI) diusir dari Istambul oleh pemerintahan Mustafa Kemal Pasya, diganti oleh Abdul Majid, yang hendak dijadikan boneka Mustafa. Ternyata Abdul Majid menjalin hubungan rahasia dengan pihak-pihak luar negeri yang kemudian terbongkar oleh Mustafa. Maka diusirlah Abdul Majid oleh Mustafa, dan peristiwa ini menggemparkan dunia Islam. Sementra Raja Hijaz, Syarief Husein mendapat peluang untuk menjadikan dirinya menjadi Khalifah dan mengembalikan khalifah di Mekkah. Namun usahanya tidak mudah, selain masih lemahnya persatuan umat Islam di beberapa wilayah Timur Tengah, juga karena adanya gerakan Wahabi yang menilai Syarif Husein sebagai pelestari ajaran bid’ah yang buruk. Dengan dukungan Ibnu Sa’ud, gerakan Wahabi melakukan penyerangan dan pertempuran dengan Raja Husein.

Di tengah krisis peperangan di tanah Hijaz tersebut, ide tentang Kekhilafahan, juga muncul di Mesir, dimana ulama al Azhar memandang bahwa kekhilafahan sangat perlu, seperti pada zaman tempo dulu. Raja Mesir, Fu’ad yang ditawari untuk menjadi Khalifah kurang menanggapi ide tersebut. Sebagai respon bijaksana atas persoalan tersebut, maka Fu’ad memberikan saran diadakannya Muktamar Dunia Islam untuk membincangkan soal Khilafat. Langkah ini dinilai sangat bijaksana, karena persoalan khilafat tidak dijadikan kepentingan raja pribadi, tetapi menjadi pembahasan dan kesepakatan umat Islam se dunia. Rencananya Muktamar tersebut diadakan di bulan Maret 1924 di Kairo.

3)    Kongres Al Islam ketiga, di Surabaya 24-26 Desember 1924), lebih memfokuskan pada persoalan khilafat yang sedang menjadi isu dan persoalan serius di dunia Islam. Dalam kongres tersebut dibentuk sebuah komite khusus masalah khilafat- Central Comite Chilafat (CCC). Anggotanya terdiri dari berbagai organsiasi Islam dan diketuai dengan W. Wondosoedirjo (SI). Keputusan penting kongres ini adalah (a) masalah khilafat harus dipegang oleh “Majelis Ulama” dan berpusat di Makkah. (b) utusan yang diutus ke Muktamar Dunia Islam di Kairo adalah KH. Fachrudin (Muhammadiyah), Surjopranoto (Syarikat Islam), dan KH. Abdul Wahab Hasubullah (atas nama : Ketua Perkumpulan Agama di Surabaya- NU belum lahir). Selain itu ada lagi, yakni HOS Tjokroaminoto dan Ahmad Soorkatti. Karena situasi di Mesir berubah dan tidak kondusif, Muktamar Dunia Islam tidak bisa dilaksanakan pada tahun 1925, diundur sampai batas waktu yang tidak ditentukan.

Selanjutnya persoalan peperangan antara Ibnu Sa’ud (didukung oleh Wahaby) dengan Syarif Husein dan anaknya Syarief Ali selalu menjadi perbincangan hangat dalam CCC.

4)    Kongres Al Islam keempat di Yogyakarta 21-27 Agustus 1925 KH Abdul Wahab Hasbullah buru menyampaikan pendapatnya tentang adanya Rencana Muktamar Alam Islami di Mekkah (ini berbeda dengan Muktamar Dunia Islam yang rencananya di Kairo sebelumnya yang sudah gagal). Pendapat KH Abdul Wahab Hasbullah adalah : CCC yang akan dikirim ke Mekkah harus mendesak Raja Ibnu Sa’ud untuk melindungi kebebasan bermadzhab. Sistem madzhab yang selama ini berlaku di tanah Hijaz harus dipertahankan dan diberi kebebasan. Usul ini memang didasari atas beberapa hal sebelumnya. Kemenangan Ibnu Sa’ud atas Syarif Ali telah menjadikannya sebagai Raja di Tanah Hijaz dan dikabarkan telah melakukan pembatasan dan pelarangan tradisi bermadzhab (tentu ini dikarenakan Ibnu Sa’ud berusaha membangun madzhab sendiri yang harus diterima oleh seluruh umat Islam di dunia).

5)    Kongres Al Islam kelima, diadakan di Bandung Februari 1926 diadakan lagi, berbarengan adanya undangan dari Raja Ibnu Sa’ud dalam Muktamar Alam Islami di Mekkah. Sekali lagi, KH Abdul Wahab Hasbullah menyampaikan usul dan pendapatnya soal desakan kepada Raja Ibnu Sa’ud agar memberikan kebebasan bermadzhab.  Namun, apa daya para tokoh CCC kurang memperhatikan pendapat tersebut.

Inilah titik klimak kekecewaan KH Abdul Wahab Hasbullah terhadap keberadaan CCC.

Atas sikap KH Abdul Wahab Hasbullah ini perlu dicatat beberapa hal penting, yaitu (a) beliau tidak terlalu mempersoalkan siapakah nanti yang akan menjadi utusan CCC, keterwakilan menjadi syarat mutlak dalam delegas, (b) demikian persoalan khilafah, siapapun yang jadi khilafah diserahkan pada hasil muktamar nantinya (c) dan ini yang terpenting dan mendasar dari sikap dan usulan beliau, bahwa kebebasan bermadzhab adalah menjadi hal mendasar dari semua itu. Ketika ide usulan kebebasan bermadzhab ini kurang mendapat perhatian serius dari kalangan tokoh Islam di Indonesia waktu itu, maka kemudian KH Abdul Wahab Hasbullah membentuk panitia sendiri, yakni Komite Hijaz. Komite inilah yang nantinya menjelma menjadi Nahdlotul Ulama.

Dari uraian sejarah tersebut di atas, maka perlu ditegaskan bahwa keterlibatan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam panitia kekhilafahan, bukan menunjukkan adanya hasrat atau nafsur dari beliau dan ulama para pendahulu NU untuk mendirikan Khilafah. Persoalan khilafat dalam konteks sejarah masa itu adalah sebuah kebutuhan yang dirasakan bersama oleh umat Islam dunia, akibat jatuh dan terusirnya Khilafah di Istanbul, Turki. Dalam konteks sejarah Indonesia, maka keterlibatan KH Abdul Wahab Hasbullah dalam komite khilafat adalah sebuah kosekuensi kesejarahan dalam keanggotaannya dalam CCI/kongres Al Islam, dan persaoalan kekinian saat itu adalah persoalan khilafat yang sedang jadi isu internasional.

Sekali lagi, persoalan mempertahankan tradisi bermadzhab dalam beragama, dan tradisi ilmiah dalam ilmu agama, menjadi hal yang lebih utama, daripada persoalan politik seperti khilafat. Inilah bukti bahwa para pendiri dan pendahulu NU sudah melakukan perjuangan menjaga tradisi ilmiah dalm beragama serta memegang tradisi bermadzhab sebagai upaya menjaga kemurnian Islam yang diwariskan oleh Nabi Muhammad SAW melalui para ulama sebagai pewarisnya. Jadi para ulama pendiri NU bukanlah ulama yang haus jabatan, bahkan dalam sistem kekhalifahan yang mungkin saat itu bisa saja terwujud.

*) diambil dari berbagai referensi.

Wallahu ‘alamu bisshowab

AJARAN HIDUP DALAM HURUF LATIN

AJARAN DALAM HURUF (ABJAD) LATIN



Huruf atau abjad latin merupakan salah satu abjad yang populer dipakai diseluruh dunia, sepopuler demokrasi yang saat ini sudah menjalar dan menjadi bagian kehidupan di berbagai negara.



Huruf latin, yaitu A, B, C, D, ...Z itu sederhanya dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu huruf hidup (vokal) dan mati (konsonan). Sebagai simbol huruf-huruf tersebut bisa dimaknai sebagai manusia dalam konteks kehidupan di dunia. Hidup manusia bisa kita pahami dalam kondisi mati dan hidup, seperti huruf-huruf tersebut. Manusia akan hidup ketika dia bisa vokal, bersuara, berperan. Ketika manusia hanya “ada” saja dalam dunia, maka hidupnya masih belum berarti apa-apa.



Kategorisasi itu pula mengajarkan kepada kita bahwa manusia bisa hidup sendirian, layaknya huruf-huruf vokal tanpa konsonan. Ya mereka bisa bersuara, bisa berperan tetapi hanya sekedar, peran untuk mencemooh (Uuuuuuuu), gumunan (Oooooooooooooo), egoisme (Eeeeeeeeeee), ekspresi rasa (Aaaaaaaaaaaaaaaaa). Konteks kehidupan seperti di Amerika dan Eropa hidup model begini sangat dipertahankan. Itulah individualisme sebagai inti liberalisme, dimana manusia tanpa manusia lain masih tetap bisa hidup, masih bisa eksis, meski eksistensinya lebih cenderung egois.



Bandingkan dengan filosofi huruf Jawa atau Arab. Dalam bahasa Jawa, manusia sudah ditakdirkan punya peran, huruf Jawa tidak mengenal huruf mati, semua huruf hidup (Ha, Na, Car,...Nga). Apapun kedudukan, asal dan sebagainya punya peran sendiri-sendiri. Sebagai pribadi manusia Jawa diajarkan untuk punya eksistensi berbasi peran individu tersebut. Peran sosial hanya bisa diperoleh ketika berpasangan (atau mendapat pasangan).



Demikian pula huruf Arab, mengajarkan semua huruf itu mati, hanya geraklah (harakat) yang akan membedakannya. Peran manusia dalam konteks kehidupan akan sangat tergantung dari geraknya dalam kehidupan. Bandingkan dengan huru latin, peran hanya karena penjumlahan (konsonan + vokal) layaknya voting dalam demokrasi.



Filosofi mana yang menjadi bagian dari diri kita? Apakah kita sudah terbiasa dengan huruf latin? Atau membiasakan diri dengan huruf Arab atau Aksara Jawa? Marilah kita maknai diri kita dalam konteks kehidupan ini tidak sekedar jejer, ada saja, tanpa gerak, seandainya punya gerak/peran janganlah hanya sekedar.......Ooooooooooooooooo?



(Sumber : Kitab Teles, Bab Huruf, Pasal Simbol)

Siapa yang kaupercaya?

Wahai manusia,

jika kata-kata bijak nabimu tak kau percaya,

Mengapa kau tak percaya kepadaku saja?

Jika kau hina ucapan para ulama,

Mengapa kau hina diriku pula?

Jika suara hatimu yang sudah bersamamu sekian lama tak kaudengar,

Mengapa bisikanku kauanggap sebagai rayuan dosa besar?

Wahai manusia,

Siapa sebenarnya yang kau percaya?

Rasulmu atau aku?

Siapa yang kauanut sesungguhnya?

Ulamamu atau diriku?

Suara siapa yang kau dengar sejelas-jelasnya?

Nuranimu atau bisikanku?

Wahai manusia, kalian licik semua

Tidak sepertiku yang begitu tegar menerima kutuk dan laknat dari Tuhan

Begitu bangga mengemban amanat sebagai pencelaka

Begitu bersabar dengan cacian dan perlawanan

Begitu yakin dengan jalan yang dipilihkan kepadaku

Wahai manusia, kalian picik semua

Tidak mau belajar dari diriku yang sempurna

Kalian hanya seonggok daging yang tak berguna

Kalian hanya mau dipuja dan seenaknya

Ragu memilih dan menerima

Belajarlah kepadaku, maka akan kubukakan pintu rahasia langit dan bumi

Akan kusingkap tabir dirimu yang penuh dusta

Ayo...datanglah kepadaku, Niscaya kau akan bahagia



Iblispun tak membutuhkanmu

Dan Iblispun berkata kepada manusia :

“Aku tidak memerlukan sex untuk mendapatkan keturunan

Apalagi kesenangan dan kenikmatan,

Satu-satunya alasan adalah mengajakmu berbagi,

Menyertaimu dalam keasikan, menenikmati apa yang kaunikmati

Aku tidak memerlukan makan untuk bertahan hidup

Apalagi untuk menumpuk kenyang dan berat badan

Satu-satunya alasan adalah mengajakmu berbagi,

Meresapi aroma rempah, serta kesegaran minuman

Aku tidak memerlukan tidur untuk melepas kelelahan

Apalagi untuk bermalas-malasan dan bermimpi

Satu-satunya alasan adalah mengajakmu berbagi

Menyelam dalam alam mimpi, melihat diri sendiri

Aku tidak memerlukan kekayaan untuk memenuhi hajatku

Apalagi untuk berlagak dan menghina

Satu-satunya alasan adalah mengajakmu berbagi

Merasakan kegilaan dan kemewahan

Aku tidak memerlukan semua yang kaupunya atau kaubutuhkan

Karena akulah teman setiamu dalam setiap yang kaumiliki dan kauingini”

(Ayat-ayat Iblis......)

Perjalanan

Masih jauh sekali...

Perjalanan hidup ini

Tapi siapa yang menjamin lamanya?



Bisa jadi sangat dekat

Akhir perjalanan itu

Tapi siapa yang akan memberi tahunya?



Berhati-hati dengan yang dekat

Berharap-harap untuk yang jauh



Melihat ujung jalan yang paling jauh

Menikmati perjalanan yang paling dekat



Berat,

Karena harapan, tak sepadan

Dengan yang dijalankan



Ringan,

Karena perjalan, penuh keindahan

Yang bisa diperhatikan



Mau Muksa?

Mau Muksa?



Mungkin pikiran ini ada dalam pikiran dan benak di antara kita. Tapi tahukan anda apa itu Muksa? Kalau saya...sekali lagi kalau saya, Muksa itu ya...Mukteaken Rasa, Memuliakan Hidup. Atau Ngremukno Rasa, Menghancurkan Nafsu, Melembutkan Rasa/Nafsu.

Tidak perlu dibayangkan Muksa itu hilangnya jasad, badan kita trus, tinggal Zat Murni kita dan menyatu dengan Gusti Allah. Buat saya itu terlalu sulit dipahami. Saya mencoba memahami dengan bahasa yang mudah saja dan lumayan logis buat saya.



Syarat mutlak untuk Muksa yang seperti itu tadi ya “harus mendekatkan diri kepada Gusti Allah”. Muksa itu mengembalikan semua pinjaman dari Gusti Allah kepada Gusti Allah. Banyak sekali pinjaman yang kita dapat, hidup kita, badan kita, rezeki kita dan semuanya yang kita miliki.



Memang ada yang berkata, kalau orang mati kan otomatis semua kembali kepada Gusti Allah. Opo yo mesti begitu? Jawaban saya tidak. Siapa tahu kita tidak mau, tidak rela itu kembali kepada Gusti Allah, karena saking kuatnya kita merasa memiliki dan mengklaim itu semua milik kita.



Bagaimana agar bisa Muksa?

Dalam ajaran leluhur dulu yang sudah dicampuri atau disusupi ajaran Islam, maka ada laku menyembah yang harus dilakukan, yaitu :

1)    Shalat sarengat. Yaitu menyembahnya raga, badan kita. Sesucinya melalui air. Panca indra diarahkan kepada kembali kepada Gusti Allah, penglihatan kita pada alam adalah semua karenaNYA dan pemberianNYA, dan semua indra dan raga ditujukan padaNYA.

2)    Shalat Tarekat, menyembahnya Cipta (Hati). Bersucinya melalui membersihkan dari penyakit hati, hawa nafsu, sirik dan sebagainya. Dengan begitu diharapkan keyakinannya dengan pembuktian-pembuktian yang kuat, ainul yakin.

3)    Shalat Hakekat, menyembahnya Jiwa (Roh). Bersucinya melalui zikir, hening, diam. Dengan begitu suara hati yang jernih, keyakinannya sudah haq.

4)    Shalat Makrifat, menyembahnya Sukma. Bersucinya melalui membuang semua keinginan dan tujuan selain kepada Gusti Allah. Dengan begitu akan yakin tanpa perlu penjelasan dan sebab, hanya yakin saja.



Semoga bermanfaat

Sumber : Jaya Baya, Mas Kumitir

Dengan sedikit ramuan dari saya.....



KETIKA AKU....

KETIKA AKU....



Ketika aku jadi pemimpin

Bagaimana bisa aku kenyang

Jika yang kupimpin kelaparan



Ketika aku jadi pemimpin

Bagaimana bisa aku bersenang-senang

Sedang yang kupimpin penuh kedukaan



Ketika aku jadi pemimpin

Bagaimana aku bisa nyenyak

Bila yang kupimpin tak jenak



Ketika aku jadi pemimpin

Bagaimana bisa aku ke surga duluan

Padahal yang kupimpin didera siksaan



Ketika aku jadi pemimpin

Bagaimana bisa aku punya kepentingan

Yang sebenarnya adalah tanggungan



Ketiak aku jadi pemimpin

Bagaiman bisa aku tenang

Sebab banyak urusan yang harus dipertanggungjawabkan



Ketika aku jadi pemimpin

Bagaimana bisa aku memimpin

Sebab semuanya adalah pemimpin



Sumber : Kitab Teles, Bab Pemimpin, Pasal “Ketika Aku”

Sholat Tasbih : Hikmah yang kupahami

SHALAT TASBIH : Hikmah yang kupahami



Shalat tasbih adalah salah satu sholat yang disunnahkan, dianjurkan untuk dilakukan paling tidak dalam seumur hidup ya sekali. Namun demikian, rasanya itu tidaklah cukup jika kita bisa mendapatkan kenikmatan darinya. Dan itu pula berlaku pada semua amal ibadah, dimana ketika kita sudah merasakan nikmatnya, mengulang dan mengulang adalah sebuah dorongan yang kuat bagi diri kita.

Seperti sholat sunnah lainnya, bentuk gerak dan bacaan standar yang dilakukan. Namun ada tambahan dalam bacaan yang menjadi pembeda antara sholat tasbih dengan sholat sunnah lainnya, tentu termasuk niatnya. Bacaan tersebut adalah “subhanallah, walkhamdulillah, walaailaaha illallah, allahu akbar”. Demikian bacaan yang dibaca dalam perubahan gerak rukun sholat dari berdiri menuju ruku’, dar ruku’ menuju sujud dan seterusnya sebelum salam. Jumlahnya ada 300 yang terbagi ke dalam masing-masing rukun / gerak.



Pengalamanku mengamalkan sholat tasbih adalah ketika sebentar mondok di pesantren di Surabaya. Tiap hari harus melakukan itu, mulai dari jam 01.00 malam sampai menjelang subuh. Memang berat melakukan itu. Rasa itu masih membekas, dan saya berupaya untuk berusaha meraih bekas-bekas itu kembali, namun aku sadar untuk melakukan yang selama itu tidak mampu, maka kulakukan semampuku. Sekian lama mulai kusadari dan kemengerti apa hikmah dibalik sholat tersebut, dengan memfokuskan pada bacaan yang beriring dengan gerak-gerak di dalamnya.

Satu hikmah yang paling berarti saat ini adalah : kita diajarkan untuk selalu berhati-hati dalam setiap gerak langkah kehidupan. Dalam langkah tidak boleh melupakan spirit tasbih, tahmid, tahlil dan takbir.

Spirit tasbih kupahami sebagai fondasi dasar dimana kesadaran akan kekotoran diri, dengan Penyucian diri dan Mensucikan Yang Mahasuci.

Spirit tahmid kupahami sebagai bentuk lanjut memujiNYA, karena kesadaran akan kotor dan lemah diri, sehingga yang layak mendapat pujian adalah DIA yang Mahasuci.

Spirit tahlil kupahami sebagai dasar bertindak dimana setiap gerak adalah dengan tetap fokus pada penghambaan kepadaNYA

Spirit takbir, kupahami sebagai penyempurna fondasi itu semua, dimana bagaimanapun usaha dan gerak kita dalam hidup adalah kecil tak berarti apa-apa, hasil dan sebagainya adalah wujud dari Kawelasan dan Keagungan DIA semata.

Demikian terus menerus kupupuk melalui gerak dan bacaan yang kuusahakan untuk merasuk dalam hati dan batin agar jiwa, ruh ini bisa mengenalnya dan membiasakan diri untuk itu. Dan pada akhirnya berharap untuk bisa berbuat dan berperilaku yang dilandasi spirit-spirit itu semua.

Perjalan hidup masih panjang semoga hanya kesungguhan dan istiqomah yang Allah berikan, dan tentu berkah dari itu semua bisa terlimpah buatku dan keluargaku.

Wallahu ‘alamu bisshowab

PELAJARAN HIDUP DALAM AKSARA JAWA

PELAJARAN HIDUP DALAM AKSARA JAWA (HA NA CA RA KA,...NGA)

Saya sempat menemui beragam pemaknaan dari huruf Jawa, Ha Na Ca Ra Ka. Upaya untuk mendapat pelajaran dari jejeran huruf-huruf tersebut adalah sebuah proses dalam mengajari diri sendiri melalui simbol-simbol huruf yang kita kenal. Tradisi seperti itu, sebenarnya tidak terbatas dalam kalangan masyarakat Jawa. Dalam huruf latin yang sudah kita kenal saat ini dulunya adalah simbol-simbol berbau dewa yang berakar dari tradisi Yunan, Romawi. Demikian pula dalam tradisi Arab juga ditemukan upaya tersebut.

Kembali lagi ke pemaknaan atau proses mengambil pelajaran dari huruf Jawa, maka perlu disampaikan bahwa aksara/huruf Jawa yang sering dijadikan acuan pelajaran tersebut adalah aksara dasar (...) adalah yang berjumlah 20...berikut ini adalah aksaranya :



Berbagai kalangan memberikan pemaknaan (penjabaran) yang berbeda menyangkut aksara-aksara tersebut. Seperti pemakanaan yang ada dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Panji Anom Resiningrum, atau dari Sastra Jendra Hayuninrat. Dari sekian uraian atau pemaknaan, saya lebih suka dan merasa sreg yang berasal dari Sastra Jendra Hayuningrat.  Berikut adalah pemaknaannya :

Ha       – Huripku Cahyaning Allah

Na       – Nur Hurip cahya wewayangan

Ca       – Cipta rasa karsa kwasa

Ra       – Rasa kwasa tetunggaling pangreh

Ka       – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat



Da       – Dumadi kang kinarti

Ta        – Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat

Sa       – Sipat hana kang tanpa wiwit

Wa       – Wujud hana tan kena kinira

La         – Lali eling wewatesane



Pa       – Papan kang tanpa kiblat

Dha    – Dhuwur wekasane endhek wiwitane

Ja        – Jumbuhing kawula lan Gusti

Ya       – Yen rumangsa tanpa karsa

Nya     – Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki



Ma       – Mati bisa bali

Ga       – Guru Sejati kang muruki

Ba       – Bayu Sejati kang andalani

Tha     – Thukul saka niat

Nga     – Ngracut busananing manungsa

Dari uraian di atas, aksara Jawa yang berjumlah 20 dikumpulkan dalam 4 kelompok dengan masing-masing berisi 5 huruf. Pada tulisan ini saya akan membahas khususnya pada kelompok pertama, yaitu Ha, Na, Ca, Ra, dan Ka.

Ha       – Huripku Cahyaning Allah (Hidupku adalah Cahaya  Allah)

Secara sederhana aksara ini mengajarkan kepada kita tentang posisi dan siapa diri kita hidup di dunia ini. Hidup kita ini tak lain dan bukan hanyalah pancaran Cahaya dari Allah Swt. Hidup kita tergantung atas ADAnya ALLAH yang WAJIB adanya tersebut. Hidup kita bukan milik kita sesungguhnya, bukan hidup yang berdiri sendiri.

Na – Nur Hurip Cahya wewayangan (Nur Hidup Cahya yang membayang)

Cahaya Hidup (Hidup kita) adalah Cahaya yang hanya sekedar bayangan. Aksara ini menegaskan lebih tegas lagi apa yang sudah disampaikan aksara Ha. Akhlak kita, perbuatan kita hendaknya adalah pantulan dari hidup kita yang asli, murni dari Cahaya Allah yang ada pada kita.

Ca       – Cipta rasa karsa kwasa (Cipta Rasa Karsa Kuasa)

Allah adalah sumber dari Cipta Rasa Karsa dan Kuasa yang ada pada diri kita. Itu semua adalah wujud yang bisa nampak dari ADAnya Allah SWT dalam diri kita. Setiap manusia dibekali itu semua. Aksara ini juga mengisyaratkan bahwa siapapun manusia yang mampu menguasai Cipta Rasa Karsa, maka dia akan menjadi Kuasa. Inilah bekal hidup manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia.

Ra       – Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya wujud satu-satunya kendali/yang memerintah)

Kesadaran akan adanya potensi, bekal yang ada pada dirinya, maka sebenarnya juga akan menyadarkan manusia, adanya Rasa terhadap Wujud Esa yang mengendalikan dirinya. Dalam konteks pribadi, maka manusia hendaknya menyadari adanya kekuatan, yang bisa mengendalikan keseluruhan Cipta Rasa dan Karsa.

Ka       – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Karsa Kuasa yang tanpa didasari oleh kehendak, kepentingan atau niat)

Kesadaran akan adanya Wujud Esa Yang Mengendalikan, adalah dengan tidak didasari kepentingan atau niat apapun, yang ada hanyalah kasih sayang dan keikhlasan. Aksara ini pula dapat dimengerti bahwa Allah swt. mempunyai kasih sayang yang mutlak tanpa adanya kepentingan terhadap makhluk.

Aksara Ha sampai Ka mengajarkan manusia kepada sang Khalik Allah swt. sebagai Hidup yang menjadi sumber hidup-hidup lainnya. Demikian pula aksara kelompok awal ini mengajarkan bahwa mengenal Allah dapat melalaui pengenalan apa yang ada pada diri, yaitu Cipta Rasa Karsa yang sudah menjadi amanah dan potensi awal dari Allah swt. kepada manusia. Dengan ketulusan rasa, maka manusia bisa mengenal Allah yang Hayyu Qoyyum.

Demikianlah sekelumit pelajaran yang bisa diambil dari aksara-aksara Jawa. Jika anda berkenan memperdalamnya silakan anda pelajari mengenai ajaran aksara Jawa dalam Sastra Jendra Hayuningrat.

Waallahu ‘alamu bisshowab.

Semoga bermanfaat.

*) penafsiran dari makna-makna di atas bisa berbeda dari satu orang dengan orang lain, meski berdasarkan pemaknaan yang sama.

Buat Engkau .... Guru

buat engkau yang sebagai ustad, kyai, mursyid, guru, atau sepadannya



ajarkanlah kepada muridmu

bagaimana mendekat kepada Allah

bagaimana mencintai RasulNYA



tunjukkan kepada muridmu

jalan yang lurus kepadaNYA

jalan mengkuti RasulNYA



biasakanlah kepada muridmu

memuliakan ilmu dan caranya

melatih diri dan mendidiknya



jangan kau bersedih

ketika muridmu lebih mulia daripadamu

jangan kau cemburu

ketika cinta muridmu kepada Allah dan Rasulnya melebihi kepadamu

jangan kau halangi

ketika muridmu menguasai semua ilmumu



bangga dan bersukurlah

bahwa kau telah berhasil

mengajak muridmu sebagai hamba Allah yang taat

bahwa kau telah berhasil

menumbuhkan cinta muridmu kepada Rasulnya

bahwa kau telah berhasil

menjadikan muridmu sebagai ahli ilmu

bahwa kau telah berhasil

membentuk muridmu sebagai pribadi mandiri

sebagai hamba sepertimu



Sumber : Kitab Teles, Bab Piwulangan, Pasal Guru lan Murid









Bulan SURO

Bulan Suro atau Muharom dalam kalender Hijriyah, di dalamnya sering banyak larangan, tidak boleh ini, tidak boleh itu, dan sebagainya. Bahkan diisi dengan menakut-nakuti dan terciptalah mitos. Kita tidak perlu percaya mitos begitu saja, namanya juga mitos. Memahami mitos perlu sudut pandang lain, karena seringkali mitos itu ditujukan pada sesuatu yang lain. Kadang, mitos juga dibangun atas pengalaman, dan keilmuwan sebelumnya. Oleh karena, mari kita bijak dalam memahami mitos dalam bulan Suro tersebut.

(a) ketika banyak larangan, maka kita bisa memahami, bahwa dalam bulan Suro itu lebih baik digunakan untuk kepentingan yang serius, berfikir, merenung, berzikir, mengolah batin, memperbaiki perilaku dan sebagainya

(b) ketika banyak ancaman menakutkan, maka pahamilah bahwa itu semua adalah bentuk kesungguhan dari sebuah nasehat, maka peganglah kuat2 nasihat yang sebenarnya, tidak perlu terlalu risau pada ancaman. Sebab blai, sial atau celaka pada hakekatnya memang sudah kehendakNYA dan atas akibat ulah kita sendiri.

Jangan menimpakan kesialan pada bulan tertentu, sedangkan kebaikan pada bulan lainnya. Bulan-bulan memang dinamai dengan memiliki spirit dan nasehat yang terkandung di dalamnya, itu adalah spirit tahun hijriyah, dan orang jawa juga berusaha menamkan spirit nasehat luhur tersebut. Bulan Suro, bisa berarti bulan kekuatan (=suro), sebagian dipahami bulan menggembleng kesaktian. Anda bisa memahaminya, bulan penggemblengan kekuatan batin, bukan hanya soal kanuragan.

Bulan Suro, atau Muharom mari kita jadikan bulan transformasi, perubahan dalam bentuk perilaku berhijrah, ke arah yang lebih baik, tentu ini dengan sungguh-sungguh memperhatikan nasehat-nasehat baik di dalamnya serta melatih dalam pembinaan diri dalam bentuk menjauhi berbagai aktivitas yang sifatnya “senang-senang” atau mengejar keduniawian semata. Sama halnya ketika memasuki bulan Romadhon, maka kita memasuki masa-masa yang penuh “gemblengan”, “panas” membakar nafsu-nafsu kita. Jadi apa salahnya memaknai mitos bulan Suro dengan bijak, tanpa harus menghapus pesan positif di dalamnya? Apalagi harus memvonis orang lain kafir, karena berusaha memuliakan bulan Suro.... tidak sebanding bukan?

Wallahu ‘alamu bishhowab

Hari Jum'at

Ketika datang Sabtu dan Minggu,

Kau sambut gembira, entah karena waktunya gajian atau apa

Atau kausiapkan untuk hari keluarga



Ketika menjelang Senin

Kau tunjukkan desah keberatan,

Atau kaupahami sebagai beban kerja



Ketika hari-hari menjadi bermakna

Kaupahami dalam suka atau duka

Atau kauberi makna padanya



Mengapa, saat Jumat tiba

Tak kausambut istimewa?

Bahkan kauanggap biasa-biasa saja

Atau kauanggap hari yang kering (Fryday)

Tanpa makna?

== Oh....terlalu kaulupa waktu, kaulupa saat kejadianmu