NKRI Harga Mati?
Sebuah slogan biasanya lebih dominan sebagai kalimat motivasi, ketimbang sebuah frasa pengetahuan akademis, layaknya proposisi atau tesis. Sehingga dia akan mempunyai makna tertentu bagi sebagian orang dan dalam konteks tertentu. Slogan “Merdeka atau Mati” menjadi begitu bermakna bagi para pejuang dalam meraih kemerdekaan di era masa lalu. Namun, slogan itu akan terkesan lucu ditempatkan menjadi slogan di masa kekinian. Demikian pula slogan “NKRI Harga Mati” menjadi begitu bermakna bagi para pejuang di era perjuangan mempertahankan kemerdekaan, di saat gerakan separatisme begitu kuat di republik ini, khususnya dalam konteks sekitar tahun 50-an dimana keberadaan Republik Indonesia Serikat (RIS) menjadi pilihan bentuk negara saat itu.
Pun demikian, slogan NKRI Harga Mati akan begitu bermakna bagi para prajurit TNI sebagai organ formal negara pengemban amanah menjaga dan mempertahankan kedaulatan republik Indonesia. Maka, slogan tersebut tidak sekedar menjadi sebuah motivator, tetapi sudah menjadi doktrin ajaran yang harus dipegang teguh dan diimplementasikan.
Mengenai bentuk negara, apakah berbasis individualistik monarkhis, serikat federatif, atau integralistik, kesemuanya merupakan output dari proses politik. Di dalamnya mengandung kontrak politik, berupa konsensus atas pilihan dalam menentukan bentuk negara. Maka, ketika perdebatan dengan berbagai argumen, kemudian membuat pilihan pada bentuk negara kesatuan, itu berarti konsensus politik. Dan perlu diketahui, bahwa perdebatan itu telah memakan waktu panjang, sepanjang usia republik ini. Pilihan yang kemudian dicantumkan dalam UUD 1945 Pasal 1 (1) berbunyi : “Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik”. Dalam perjalanannya, konsensus itu pernah berubah melalui Konstitusi RIS berbunyi : “Pasal 1 (1) : Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokratis dan berbentuk republik FEDERASI”. Selanjutnya atas kegagalan Konstituante, maka UUD 1945 berlaku kembali, dan lagi-lagi konsensus politik untuk tetap mempertahankan bentuk negara sebagai negara kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jika sampai saat ini, kemudian ada upaya untuk melakukan perubahan bentuk negara, maka jalan satu-satunya yang konstitusional adalah melalui perubahan konsensus politik tersebut, yakni amandemen.
Lantas apakah makna dan relevansi slogan “NKRI Harga Mati?” untuk saat ini dan di masa mendatang? Bisa jadi banyak di antara kita saat ini menggugat makna dan relevansi slogan tersebut. Katanya sudah tidak relevan, berlebih-lebihan dan sebagainya. Ya namanya juga slogan, tentu ada bumbu bombastis di dalamnya. “Harga Mati” hanyalah menunjukkan bahwa itu sudah final, tidak bisa dinegosiasikan, tidak bisa dilakukan konsensus ulang atasnya. Maka dengan demikian, upaya untuk mencari bentuk negara yang berbeda (atau baru sama sekali) dianggap penyalahan terhadap konsensus tersebut. Dan akan mengembalikan kita kepada situasi awal merdeka dengan kata lain kita mundur jauh ke belakang.
Persoalan yang jauh lebih penting adalah bagaimana mengantarkan Indonesia masuk ke dalam sebuah negara yang makmur, sejahtera dan adil. Jika masih sibuk menentukan model bangunan, lantas kapan kita mengurusi isinya? Kapan kita membangun? Itulah relevansi, ketika sebuah pilihan pada slogan “NKRI Harga Mati” di saat ini dan masa mendatang. Negara Indonesia didirikan untuk masa depan, dan kita hidup juga untuk masa depan, bukan untuk masa lalu. Akankah kita mengembalikan kepada situasi masa lalu? Jika bentuk negara kesatuan menjadi penghalang kesejahteraan itu, maka lihatlah China, yang tidak sekedar kesatuan, tetapi juga sentralistik, komunis dan sosialis. Ataukah memang energi kita akan habis, hanya untuk berdebat? Otonomi telah memberi ruang untuk berkreasi dan membangun atas kekuatan lokal. Masih kurangkah itu semua? Namun jika para oknum yang menghambat, maka layaklah para oknum itu yang dijebloskan ke penjara.
Slogan tetaplah slogan ... namun dalam konteks dan makna tertentu ia akan mempunyai relevansi yang nyata dan praktis. Ataukah memang kita senang perang slogan? Sehingga slogan ini dibalas slogan itu, dan seterusnya......sampai kapankah itu...???