Jauh sebelum para tokoh Hastina, Kurawa, Dwarawati, dan lainnya atau kisah Mahabarata muncul, Shang Hyang Tunggal mempunyai tiga putra, yakni Shang Hyang Antaboga, Shang Hyang Ismaya dan Shang Hyang Manikmaya. Boleh dibilang, merekalah penghuni awal Kahyangan Suralaya. Mereka boleh juga dibilang sebagai para dewata awal.
Tafsir atas mereka bertiga sudah banyak tersaji, namun seringkali terpisah. Ada yang lebih suka mengkaji sosok Shang Hyang Ismaya atau yang terkenal dengan Semar Badranaya. Atau mereka yang selalu menempatkan Shang Hyang Manikmaya, sebagai sosok tak tersentuh, suci. Bahkan ada juga yang suka dengan sosok Shang Hyang Antaboga atau Togog Wijamantri.
Ada sebuah tafsir yang mungkin bisa membantu kita lebih memahami diri kita sendiri. Mereka bertiga tercipta dari telur, yang penciptaannya bersamaan. Konsep telur sebagai awal mula penciptaan sebenarnya sangat cocok dengan konsep ilmu biologi modern, yakni ovum dan sperma yang kemudian terjadi pembuahan dalam bentuk telur janin manusia.
Shang Hyang Antaboga melambangkan indrawi, rasa indrawi, nafsu kemanuisaan atau Rasa. Ia terlahir dari kulit yang kasar, raga kasar sehingga menampilkan sosoknya sebagai bagian dari telur yang kasar. Maka dalam kisah pewayangan, Togod menjadi sosok yang berpenampilan kasar (jelek) dan mendampingi para raja yang berwujud raksasa atau sangat kuat dipengaruhi oleh rasa, nafsu kasar manusia.
Shang Hyang Ismaya dengan nama lain Semar melambangkan hati, keteguhan, tekad dan niat. Dalam istilah lain adalah Karsa. Ia terlahir dari putih telur, yang lebih jernih, lebih lembut. Sebagai wujud tengah (antara kuning dan kulit telur), maka Semar posisinya membaur di tengah kebanyakan manusia. Ia juga berada pada tengah tubuh manusia, yakni jantung hati manusia.
Sedangkan Shang Hyang Manikmaya atau Batara Guru adalah lambang dari akal, kekuatan penciptaan atau Cipta. Di saat pengangkatannya sebagai Raja Kahyangan Suralaya, Shang Hyang Tunggal berwasiat bahwa kelak Shang Hyang Guru akan menurunkan banyak keturunan, baik berupa raja-raja, manusia biasa, raksasa dan sebagainya. Ia adalah kekuatan kreasi manusia. Apa lah artinya manusia tanpa akal? Tak ada keramaian hidup, tak ada penemuan baru atau kegairahan, meski sudah memiliki nafsu.
Di saat terjadi pertempuran antara Antogo dan Ismaya memperebutkan tahta Kahyangan, memperjelas posisi yang paling tua, Shang Hyang Manikmaya hanya terdiam, namun dalam diamnya ia benar-benar berpikir, bahwa adu kekuatan tidak akan menyelesaikan masalah. Maka tak heran pada akhirnya dialah yang menjadi pemenang sebagai pewaris tahya Kahyangan Suralaya. Sedangkan kedua saudaranya adalah menjaga dan membimbing keturunannya.
Dan kita semua juga tahu, kisah mahabarata tidak selesai pada urusan posisi dewata tersebut, tetapi banyak persoalan yang muncul. Betara Guru boleh banyak akalnya, kearifannya, tetapi sekali lagi dia bukanlah eksekutor lapangan. Togog dan Semarlah yang menjadi penentu eksekusi dari berbagai persoalan, apakah eksekusi itu menuruti hawa nafsu atau hati nurani. Sehebat apapun akal manusia, tetapi dalam urusan Marcapada, tidak menentukan, bahkan terkesan licik dan akal-akalan semata.
Jadi sebenarnya, Kahyangan itu ada pada diri kita dan kitalah yang menjadi penguasanya dengan kata lain, diri kita adalah penguasa para dewata itu sendiri....
Wallahu 'alamu bishshowab