Islam bisa diterima di Jawa

Di Jawa, satu tradisi yang dari sejak jaman nenek moyang sampai sekarang adalah tradisi slametan. Bahwa ajaran para leluhur tersebut yang diwariskan kepada kita adalah pencapaian keselamatan dalam hidup dan setelah kehidupan. Dari bangun tidur sampai tidur kembali, permohonan dan ritualnya adalah memohon slamet. Dari awal kejadian (kehamilan), berubah segumpal daging, utuh menjadi An-nas yang lahir, berdiri, berjalan, anak-anak, remaja, menikah, dan begitu seterusnya bahkan sampai setelah kematiannya.

Pernahkah anda melihat tradisi semacam ini di belahan dunia lain?

Selain itu, kepercayaan kepada Hyang Taya, Dia yang Tanpa Kinoyo, Dia Yang Tak Termisalkan, Tak Terserupakan oleh apapun, juga sudah menjadi bagian keyakinan masyarakat Jawa Purba.

Namun, lagi-lagi materialisme kemudian membelokkan itu semua. Hyang Toyo dimaterialkan, maka lahirlah baTu, dan sejenisnya. Berbagai sajian yang material. Demikian pula, "slametan" menjadi tradisi materialistik, terjebak pada materi-materi ritual, melupakan esensi dari permohonan kepada Hyang Toyo memperoleh keselamatan hidup di Archapada dan alam pangrantunan.

Datangnya Islam dengan kemudian di Jawa, membuka itu semua, mengembalikan itu semua, untuk memalingkan dari materialisme dunia dan kembali kepada Dia Yang Esa, laisa kamitslihi syai'un.

Percayalah, Allah swt, telah menyampaikan ajaranNYA di seluruh muka bumi melalui hamba-hambaNYA.