Sedulur Papat Kalimo Pancer (Seri I)

SEDULU PAPAT KALIMA PANCER



Pendahuluan

Dalam khasanah budaya Jawa, khususnya sudah lama berkembangan mengenai ajaran Sedulur Papat Kalimo Pancer. Secara mudah konsep tersebut adalah mengenai Saudara 4 dan Kelimanya sebagai Pusatnya. Ajaran ini merupakan bentuk nasehat para leluhur, bahwa kehadiran manusia di dunia itu tidak sendirian, tetapi selalu ada saudara yang menyertainya. Ajaran untuk mengingat saudara lainnya, diharapkan manusia tidak merasa kesepian yang akhirnya membawa kepada sebuah perasaan frustasi maupun lupa diri akan jati diri sebagai manusia.

Beragaman Pendapat

Tidak ada satu kebenaran mutlak atas ajaran sedulur papat kalima pancer, karena saat ini sudah beragaman ajaran ataupun budaya yang masuk dalam kebudayaan Jawa. Namun demikian, kita bisa melihat mana yang sekiranya mendekati pada budaya asli Jawa Tersebut. Beberapa pendapat tersebut akan saya urai satu per satu berikut ini, yaitu :

1)    Saudara 4 yang dimaksud adalah : Kawah (Ketuban), Darah, Pusar (Plasenta) dan Ari-ari. Sedangkan Pancernya (sebagai kelimanya) adalah Bayi, Janin, manusia yang lahir. Konsep ini mungkin yang paling dekat dengan budaya Jawa yang sudah turun temurun diajarakan oleh leluhur. Dalam proses kelahirannya, kehadirannya di dunia, seorang manusia (bayi) akan didampingi oleh saudara-saudara tersebut. Bagi dunia medis, hal-hal tersebut dianggap hal biasa, bukan “sesuatu yang hidup” layaknya bayi manusia. Tetapi dalam pemahaman orang Jawa, mereka adalah saudara yang selama dalam kandungan menjadi teman hidup janin. Oleh karena itu, ketika bayi manusia lahir, empat saudara tersebut layak diperlakukan dengan baik sebagaimana terhadap bayi, dibersihkan dan dihormati serta disambut gembira kemunculannya. Kawah (Ketuban) adalah saudara tua yang selalu melindungi janin dalam kandungan dari berbagai ancaman dan menjamin kehidupan janin secara keseluruhan. Darah adalah pengorbanan ketika lahir, saudara yang rela berkorban. Plasenta adalah yang menjamin makanan/rezeki dan ari-ari adalah saudara mudanya, dimana dia selalu berusaha menyenangkan untuk kakaknya (bayi). Kelak sampai dewasa, keberadaan saudara2 tersebut diyakin akan tetap berperan seperti itu.

2)    Saudara 4 itu adalah arah mata angin/kiblat. Konsep ini merupakan konsep yang sering digunakan bagi para pelaku suluk Jawa, dimana arah dijadikan sebagai saudara. Tetapi konsep ini kurang populer di kalanan awam. Utara, Timur, Selatan, Barat (4) dan Pancernya adalah tengah. Ini berkorelasi dengan Pasaran hari, yaitu Kliwon (Pancera), Legi (Utara), Pahing (Timur), Pon (Selatan) dan Wage (Barat). Manusia selalu hadi di dunia ini dalam konteks arah2 tersebut, dimensi geometris dalam kehidupan.

3)    Saudara 4 itu adalah nafsu Mutmainnah, Sufiyah, Lawwamah dan Amarah. Sedangkan pancer adalah Urip (Ruh). Manusia dalam hidupnya selalu didampingi 4 nafsu tersebut serta pancernya, ruh yang suci. Konsep ini saya kira sudah bercampur dengan konsep tashowuf dalam Islam.

4)    Saudar 4 itu adalah Jibril, Mikail, Isrofil dan Izroil. Sedangkan Pancernya adalah Rasulullah Muhammad SAW. Konsep inipun demikian sudah merupakan ajaran yang bersumber dari Islam.



Beberapa konsep mengenai Sedulur Papat Kalimo Pancer yang saya uraikan tersebut, bisa jadi anda akan menemukan konsep lainnya. Itu tidak mustahil mengingat betapa lenturnya budaya Jawa menerima unsur dari luar sekiranya bisa diterima dan masih dalam batas “sedulur 4 kalimo pancer”. Demikian pula tidak ada satu kebenaran mutlak bahwa konsep inilah yang palin sah, mengapa? Sebab tidak ada dalil rujukan mutlak bahwa itulah yang benar dalam ajaran khasanah mistik Jawa. Tetapi satu hal yang perlu ditekankan adalah kebenaran akan dapat diperoleh, manakala seseorang mampu membuktikan secara subyektiv dalam proses panjang dan murni. Sebab dalam khasanah Jawa, kebenaran semacam itu adalah Kasunyatan (realitas tertinggi yang dipahami dan diyakini). Maka ketika anda berdebat tentang itu dalam kerangka metode ilmiah, maka akan menemui tembok yang tebal.

Penutup

Yang jauh lebih penting buat saya adalah, untuk apa ajaran-ajaran tersebut dalam kehidupan kita? Apa ada gunanya, atau malah menjadikan kita jadi ruwet dan repot? Insa Allah akan disambung dalam tulisan berikutnya

Wallahu ‘alamu bisshowab.

(Sumber : Kitab Teles, Bab Kajaten, Pasal S45P)