Wayang : Hasil Kolaborasi Ulama Dan Umara

Soal wayang, riwayatnya dimulai tahun 861 M. Kisah pewayangan kemudian digambar di candi-candi. Yang memulai adalah prabu Jayabaya. Kisah-kisah pada candi tersebut menjadi sumber cerita pewayangan. Perkembangannya semakin maju. Kemudian, wayang (gambar) sudah diiringi oleh musik gamelan, tembang slendro dan tembang gede. Wayang-wayang diwadahi dalam kotak kayu jati. Itu dilakukan oleh Raden Panji, bergelar Prabu Suryahamisesa dari kerajaan besar Jenggala.

Memasuki tahun 1166, wayang sudah dalam gambaran Jawa dilakukan oleh prabu Suryahamiluhur. Pada masa Pajajaran, sekitar tahun 1284, muncul wayang beber. Pertunjukannya dengan menggelar/menggulung gambar wayang. Kanan kiri disangga kayu dan diiringi oleh tabuhan rebab.

Pada masa Majapahit, wayang sudah tidak beber (gulungan), tetapi sudah bentuk sendiri-sendiri. Perkembangan berikutnya wayang bentuknya miring, dengan pulas warna hitam. Raksasa digambar dengan mata dua, selain itu dengan gambar mata satu. Perubahan tersebut dilakukan oleh Raden Fatah. Sunan Giri juga ikut menambah jumlah wayangnya, termasuk bentuk kera bermata dua. Sunan Bonang ikut menambah gajah. Sultan Demak II, menambah panggungnya. Sunan Kalijaga menambah kelir, blencong dan gedebog. Masa tahun 1443 M wayang kulit sudah ditatah, mata dan telinga lubang. Pada masa Sultan Trenggono ditambahi gelang, anting dan kalung kelat bahu. Ratu Runggul memberi tambahan rambut, gelung.

Sunan Giri menciptakan wayang gedog, dengan iringan suluk, dari mijil sampai megatruh. Sunan Kudus memulai adanya wayang klitik. Sunan Kalijaga sekitar tahun 1508 membuat gambar wayang dengan warna merah dan hitam sebagai topeng dari wayang-wayang.