Cublak Cublak Suweng : Berhati-hatilah dalam Mencari ilmu

Cublak-cublak suweng
suwenge ting gelenter
Mambu ketudhung gudhel
Pak empong lerak lerek
Sapa ngguyu ndelikake
Sir sir pong dele kopong
Sir sir pong dele kopong

Itulah lirik tembang dolanan anak-anak di Jawa. Cara bermainnya biasanya terdiri dari 7 orang. Salah satunya tengkurep, sedangkan yang lainnya duduk mengelilingi, dan menaruh tangannya terbuka di atas punggung yang tengkurap tersebut. Ditaruhlah suweng (anting-anting) di tangan-tangan tersebut, bergiliran sambil menyanyikan lagu tersebut. Dan di akhir nyanyian, “Sir pong dele kopong”, bangunlah anak yang tengkurap untu menebak, dimana posisi suweng tersebut, siapa yang memegangnya. Dia yang ketawa-tawa, “sopo ngguyu ndelikake”, seolah-olah dialah yang membawa/menyimpan, tetapi belum tentu dia yang membawa suweng tadi. Begitulah kecerian anak-anak untuk bermain tebak-tebakan.

Permainan, tetaplah permainan, keceriaanlah yang menjadi tolok ukurnya. Tapi siapa sangka jika permainan itu menyimpan hikmah eduksi yang penting bagi anak-anak dan kita semua?

Cublak-cublak suweng, ada sebuah Suweng (anting-anting), harta berharga, yang tersimpan, bisa di sana atau di sini. (Dalam prakteknya berada di tangan-tangan secara begiliran).
Suwenge teng gelenter, harta (suweng) itu berserakan, tersebar di mana-mana. Ya itu tadi di banyak tempat, di tangan-tangan anak-anak yang bermain.

Mambu ketundhung gudel, keberadaannya tercium oleh gudel (anak kerbau). Ini adalah gambaran bahwa orang-orang bodoh, akan sibuk mencari-cari. Mengorek-ngorek, kalau perlu nyeruduk seperti gudel.

Pak empong lerak lerek, bagi orang-orang yang sudah sepuh (luas wawasannya) keberadaan harta itu hanya dilirik saja, tak perlu seradak seruduk seperti kerbau.

Sopo ngguyu ndeliake, dan bagi siapa yang menyimpannya, yang mengetahui keberadaan harta itu, hanya tersenyum saja.

Sir sir pong dele kopong, nah bagi gudel (orang-orang bodo) yang sudah sradak-sruduk ke sana ke mari, seolah-olah sudah mendapatkannya, padahal dia tak menemukan apa-apa, menekukan kedele kopong, kedelai tanpa isi, hanya kulit saja. Dan ini diualang-ulang, menyadarkan akan banyak orang-orang yang kecele hanya menemukan kulit semata, tak menemukan satu Suweng sekalipun.

Suweng, bisa jadi merupakan simbol apa saja, informasi, ilmu pengetahuan, kekayaan dan sebagainya. Ia begitu berharga, ia tersembunyi dari kebanyakan manusia. Untuk memperolehnya, tak perlu ribut ke sana ke mari dengan sikap sradak sruduk, seperti kerbau. Tapi perlu larak lerek, tanya kanan kiri, tanya kepada orang yang mengerti. Sementara mereka yang sudah tahu keberadaannya, sudah menguasainya, hanya tersenyum, tidak dipamer-pamerkan. Maka berhati-hatilah dalam mencarinya, sebab jika tidak berhati-hati hanya akan menemukan kulitnya semata.

Dalam belajar agama, banyak rahasia dan pengetahuan belum kita peroleh. Bahkan seumur hiduppun belum tentu kita mampu memperolehnya. Maka belajarlah dengan serius, bertanya kepada ahlinya, jangan asal mencari, asal mengambil ilmu tersebut. Sebab jika hanya seperti itu, tak ubahnya seperti gudel (kerbau) yang dungu, dan kekecewaanlah yang ditemui pada akhirnya.

Wallahu ‘Alamu Bish-showab.