Ritual Kopi Ala Kadarnya

Kini aku baru mengerti bahwa minum kopi itu sesat. Padahal minum kopi adalah ritualku yang terjaga konsistensinya, ketimbang shalatku. Bahkan jika tak sempat atau mundur sesaat, kepala peningku kumat.

Bagaimana mungkin aku belajar filsafat Yunani, atau mendaras kitab suci. Jika sehari-hari memang warung kopi tempatku mengistirahatkan diri.

Kopi pahit sering ku dapat, jika si penjual lupa menambah gula. Kalau lagi pas, maka rasa manis begitu terasa. Kopi pahit dan manis menjadi ritual minum kopi. Aku tidak pernah protes, meski dapatnya yang pahit. Atau terlalu manis. Bagiku minum kopi itu jauh lebih penting daripada rasa manis atau pahit itu sendiri.

Bahkan aku menjadi semakin mengerti jika aku disebut sesat. Sebab hanya ritual minum kopi itu yang aku ajarkan dan pertahankan. Sebab aku sudah tak rutin lagi ke warung kopi, maka dirumahlah ritual itu aku pindah.

Bahwa pahit dan manis adalah perlambang roda kehidupan, itu hanya upaya meyakinkan saja, sebab yang utama adalah minum kopi itu sendiri. Sekali lagi, hanya itu yang bisa kuajarkan, tak lebih dari itu, apalagi mengajarkan shalat dan haji....

Selamat menikmati kopi dengan gayanya sendiri...