Berbicara mengenai Aji Saka dalam khazanah peradaban tanah Jawa akan membuka diskusi, perdebatan dan khayal yang luar biasa. Sebagian dengan pengalamannya, yang lain dengan referensinya, dan lainnya dengan usaha gothak-gathik-gathuk berusaha sekuat tenaga untuk menebak-nebak siapa sebenarnya sosok Aji Saka. Mencari dan memperdebatkan sosok manusia “bernama” Aji Saka telah menelan waktu demikian lama, dengan hasil temuan yang diyakini masing-masing. Tak pernah ada kesepakatan tunggal dan universal.
Dalam kamus Sansekerta-Indonesia (Drs. Purwadi) mengartikan Aji sebagai raja, ilmu, nilai. Dengan demikian sebuat Aji menunjukkan adanya nilai superlatif (diperbandingkan) atau melebihi kelaziman. Jayabaya sering disebut sebagai Sri Aji Jayabaya dibandingkan dari raja-raja lain dari Kediri. Artinya sebagai raja dipandang punyai nilai lebih dibandingkan raja-raja (Kediri) lainnya.
Sementara, Saka (sansekerta) bisa diartikan sebagai dari (asal/awal) dan tiang. Dengan demikian, Aji Saka adalah sebuah awal yang sangat bernilai. Jika peradaban Jawa dimulai dari legenda Aji Saka, itu berarti perdaban Jawa didasari oleh nilai-nilai yang sangat berharga mengenai tiang, asas, pokok dan asalnya. Apa itu pokok, tiang dan asal?
Maka, aksara Jawa, Caraka dibagi menjadi empat kelompok. Manusia Jawa diingatkan bahwa memulai peradaban harus diawali dengan kesadaran akan asal sebagai utusan (khalifah) di bumi (Hanacaraka). Kemudian hendaknya menjaga kerukunan, menghindari pertengkaran seperti legenda yang dikisahkan (Datasawal). Jika demikian, kejayaaan akan dicapai secara bersama-sama. Kejayaan hanya dapat diraih dengan persatuan, jumbuh lahir batin, jumbuh pemimpin dan yang dipimpin, begitu seterusnya (Padhajayanya). Prinsip keempat yang harus diingat adalah bahwa kelak, bagaimanapun dan pasti semuanya akan mati, berakhir. Setinggi apapun kejayaan yang diraih, akan ada saat berakhirnya. Inilah sebenarnya empat pilar peradaban yang diajarkan.
Masihkah anda berspekulasi bahwa Aji Saka adalah merujuk sosok manusia? Apakah Nabi Iskak? Ataukah orang India? Ataukah orang Thailand? Atau bahkan makhluk kadewatan dari kerajaan langit? Tetapi melupakan ajaran yang sudah begitu terang, jelas, yang dibawa oleh para utusan (Nabi) sebagai caraka. Lupa pada carakan, pada asal, bibit (carakan) sebagai manusia hidup di dunia ini.
Salam Rahayu------