Hutang Budi Dibalas Dengan Budi

Mesir, hari ini mengalami konflik politik luar biasa, menelan korban jiwa ratusan, bahkan bisa meningkat menjadi ribuan di waktu mendatang. Ini tentu memprihatinkan bagi kemanusiaan. Bangsa Indonesiapun layak, dan selayaknya menunjukkan rasa keprihatinan dan dukungan kepada rakyat Mesir.

Di masa lalu, Mesir punya andil besar bagi kedaulatan NKRI. Mesir menjadi negara pertama yang mengakui kedaulatan RI, di saat yang lainnya masih ragu dan belum berani memberikannya. Kolonialisme menjadi musuh besar saat itu. Pengakuan itu kemudian menjadi bentuk perlawanan yang sangat berani. Itulah budi baik Mesir kepada kita. Bolehlah itu disebut hutang budi kepada Mesir.

Persahabatan kemudian berlanjut. Indonesia dan Mesir terus berjuang melawan kolonialisme dan imperialisme dunia. Bersama beberapa negara lain, membentuk arus non blok. Sebuah sikap netralitas, mandiri dan berdaulat atas dua kecenderungan blok politik saat itu. Lagi-lagi soal kedaulatan dan kemandirian.

Saat ini, saat Mesir dilanda konflik, apakah menjadi momen terbaik membalas budi itu? Apakah Mesir memang akan menagih hutang tersebut? Terlalu naif rasanya jika mengasumsikan Mesir akan menagih utang budi tersebut saat ini. Pengakuan kedaulatan Mesir terhadap RI bukanlah bentuk piutang, tetapi bentuk konsistensi mereka adalah perjuangan dan perlawanan terhadap kolonialisme. Kebersamaan sekian lama dalam memperjuangkan hal itu telah menjadikan Mesir dan RI menjadi sahabat sejati.

Konflik saat ini, apakah sebuah bentuk penindasan kolonialisme yang perlu diperjuangkan bersama seperti saat itu? Konflik saat ini adalah konflik internal. Sama ketika di republik ini mengalami konflik politik dan sosial. Apakah Mesir kemudian membela salah satu pihak dalam konflik internal tersebut? Tentu TIDAK.

Kemudian, apakah kita perlu membalas budi dengan memihak pihak-pihak yang sedang bersengketa, apalagi berebut kuasa. TIDAK sama sekali. Jika itu dilakukan, sama saja mencideriai niat baik Mesir kala itu. Menciderai kedaulatan mereka. Apa bedanya dengan perilaku para kolonial? Yang selalu ikut campur dan memihak pihak-pihak bersengketa di negara lain? Padahal itulah sikap yang dibenci oleh Mesir saat itu. Tentu saat ini juga. Mereka tentu tidak mau diobok-obok kedaulatannya. Hutang budi, tak perlu dibalas dengan politik. Tetapi dengan budi pekerti yang utama.

Maka, saya berharap rakyat Mesir segera menyadarinya. Bahwa kedaulatan sebagai bangsa itu lebih utama daripada kekuasaan sebagai pengusa. Mereka memiliki pengalaman sejarah yang amat panjang soal ini. Tak perlu diajari atau digurui. Pengalaman para Pharao di sana sudah demikian banyak dan melimpah.

Mari kita do’akan semoga kedamaian segera terwujud dan Mesir tetap sebagai negara dan bangsa yang berdaulat.

Dirgahayu Republik Indonesia yang ke-68