Adalah bangsa Amerika yang dikenal dan mengenalkan dirinya sebagai bangsa yang kokoh persatuan dan kesatuannya. Banyak film menyajikan bagaimana ketika satu orang Amerika teraniaya di sebuah negara, maka akan segera mendapatkan bantuan dan pertolongan. Mengapa? Karena dia bangsa Amerika.
Konflik kepentingan para pebisnis dari Amerika di berbagai belahan dunia, hampir selalu mengupayakan keuntungan hanya bagi mereka. Jika toh ada yang kalah, maka akan ada “kompensasi” atau tidak merugi besar. Bagaimana dengan warga lokal? Mereka selalu dinomosekiankan. Bagi mereka warga lokal sikap semacam itu sungguh zalim dan diskriminatif, tanpa mengutamakan prinsip keadilan dan nilai kemanusiaan universal. Bahkan, perbedaan ideologi, agama, ras, selama itu bangsa Amerika akan menjadi prioritas.
Sungguh Ironi, kita sebagai bangsa Indonesia. Banyak sekali warga kita menderita di bumi bangsa lain. Tapi apakah kemudian “bertempur” mengenakkannya?
Saat ini, sikap yang ditempuh bangsa Amerika sudah ditiru oleh bangsa-bangsa lain. Lihatlah Singapura, bagaimana sikap mereka terhadap para pelarian koruptor dari Indonesia. Sikap Malaysia dalam menghadapi konflik dengan Indonesia atas problem warganya.
Jika hanya perbedaan paham keagamaan saja kemudian kita melupakan warga bangsa lainnya dan aniaya terhadap mereka, bagaimana kita membangun kejayaan bangsa kita sendiri?
Jika politik, ekonomi dan agama tak lagi mampu menyatukan kita, mungkin atas nama bangsa Indonesia kita bisa tetap bersatu. Tak ada diskriminasi antarsesama warga bangsa Indonesia. Belajarlah kepada mereka yang sudah mampu membangun itu semua.
Merdeka ..............!!!