Kelahiran Iblis
Ketika Azazil dengan bala malaikat menumpas makhluk perusak bumi, baik dari bangsa Jin dan lainnya yang sudah berperang dan konflik berlarut-larut, maka mulialah ia. Kerusakan dan kekacauan akibat perang merebut kekuasaan atas bumi tersebut telah menghancurkan banyak kehidupan. Prestasi gemilang tersebut kemudian mengantarkannya kepada sebuah kedudukan mulia di sisi Allah SWT. Sebagai pimpinan para malaikat yang mulia, sungguh luar biasa hadiah tersebut bagi Azazil atas usaha dan perjuangannya mengembalikan bumi menjadi damai.
Hingga suatu masa, Allah SWT mengumumkan diciptakanNYA makhluk yang diplot menjadi khalifah di bumi. Azazil tersentak dengan pernyataan dan kenyataan tersebut. Terlebih lagi Allah SWT mendudukkan makhluk tersebut sebagai makhluk yang mulia, dan sangat layak menjadi khalifah, sebagai pengendali kehidupan dunia. Rasa berontak Azazil semakin tegas ketika Allah SWT memerintahkan semuanya untuk tunduk (sujud) kepada makhluk tersebut, yaitu Adam, jenis manusia. Bahkan ia berargumen kepada Allah SWT : “Aku lebih baik dari dia, karena aku tercipta dari api, sedang ia dari tanah”. Sungguh jawaban yang luar biasa beraninya. Ia lupa bahwa kedudukan yang ia peroleh saat ini, prestasi gemilang yang ditorehkan, kekuatan dan keahlian yang dimiliki semua berasal dari Allah SWT. TETAPI dia hanya melihat itu semua karena dirinya sendiri, karena dirinya berasal dari bahan yang lebih baik. Dengan sengaja ia telah memutuskan rahmat dan nikmat dari Allah SWT. Maka kemudian Allah SWT melaknatnya, mengusirnya dari surga. Kedudukan mulia dicabut dan diganti dengan derajat yang demikian rendah serendah-rendahnya. Ia seolah berharap, dengan kedudukan mulia itu mendapat kemuliaan yang lebih tinggi, terbukti dengan dipilihnya manusia menjadi khalifah, dia langsung berontak. Apa yang tersimpan dalam dadanya melalaui peperangan dan upayanya menumpas makhluk perusak bumi ternyata hanya mengejar kedudukan semata. Dia berputus asa dari rahmat Allah SWT yang akan mengalir terus kepadanya meski tidak harus menjadi khalifah di bumi. Maka tersebutlah ia sebagai Iblis, yang berputus asa dari rahmat Allah SWT.
Sungguh Allah SWT Mahamengetahui apa yang ada dalam batin makhluknya, dan DIA Mahamengetahui apa yang akan terjadi kelak, masa lalu dan masa kini. Pilihannya kepada manusia seolah berlawanan dengan apa yang terjadi sebelumnya, seperti bagi Azazil ketika jabatan mulia diperolehnya melalui jerih payah dan kekuatannya. Terbukti kelak Adam dan keturuanannya lah yang mampu menjadi makhluk termulia di sisi Allah SWT. Saat itu, Iblis tidak tahu sama sekali, tetapi dia sudah merasa paling tahu. Dia merasa paling mengenal seluruh makhluk Allah SWT, dan dialah yang terbaik, tetapi lupa bahwa Allah SWT adalah yang Mahamengetahui akan makhlukNYA.
Kesombongan adalah Ajaran Iblis
Kesombongan Iblis, karena kecewa dengan ketetapan Allah SWT yang menentukan Adam sebagai khalifah, karena dia merasa yang paling berhak atas itu, karena dia memang sedari awal menginginkannya, karena dia merasa mempunyai potensi dan kekuatan yang lebih baik, karena ia sudah underestimate terhadap Adam, karena dia menilai rendah apa yang belum ia kenali dan ketahui. Ya, kesombongan yang muncul sebagai bentuk pembangkangan kepada Allah SWT, telah melupakan diri, dari mana dia berasal, dari mana semua yang diperolehnya. Iblis hanya terpaku pada asalnya yang dari api, prestasi dari upaya dan kekuatan diri sendiri. Sungguh sikap menafikan Allah SWT, yang mengakibatkannya terlaknat dan terusir dari surga.
Demikianlah, selanjutnya Iblis mengajak manusia, keturunan Adam menjadi kawannya yang terlaknat, yang berputus asa, yang memutus rahmat Allah SWT. Menjadi kawan untuk menafikan Allah SWT, bahkan untuk menghabisi sesama makhluk (manusia) yang menyembah Allah SWT. Suatu bukti yang semakin membuat Iblis sangat membenci manusia, di saat banyak keturunan Adam menjadi kekasih Allah SWT, menjadi hamba pilihanNYA. Maka setiap ada manusia-manusia tersebut lahir dan hidup di dunia, Iblis akan selalu berupaya keras untuk menghabisinya, menyesatkannya. Upaya tersebut akan terus dilakukan hingga masa perjanjian tiba, dimana masa pengadilan yang sesungguhnya ditakdirkan oleh Allah SWT.
Banyak dari golongan manusia mengikuti jalan yang sudah ditempuh oleh Iblis. Yakni meyakini kekuasaan materi, merasa dirinya sebagai golongan yang paling unggul dan mulia. Sejarah manusia dihiasi oleh pertempuran dan perebutan akan materi, seperti keyakinan Iblis bahwa kekuatan dan prestasinya lah yang layak mendapatkan posisi paling mulia di sisi Allah SWT. Saksikanlah bagaimana Fir’aun, Namrud, Hitler, Zionis, Jengkhis Khan, dan sebagainya merasa dirinya paling unggul dan mulia. Bahkan kelakpun dunia akan tetap terisi catatan sejarah yang tidak jauh berbeda dari kisah-kisah itu semua.
Islam datang Melawan Kesombongan
Nabi Muhammad SAW diutus ke dunia dengan misi menyelamatkan manusia dari godaan Iblis, mengembalikan kedudukan yang sepantasnya dan seharusnya sebagai hamba Allah SWT, yang mana kedudukan tersebut sebenarnya sebagai kedudukan yang paling mulia (ini sangat berbeda dengan pandangan Iblis). Nabi Muhammad SAW meneruskan dan menyempurnakan apa yang sudah diawali oleh Nabi Adam a.s, dan para nabi setelahnya. Tetapi Iblis tidak pernah lupa kepada sumpahnya untuk menyesatkan manusia.
Iblis telah berkali-kali mengajarkan manusia untuk tersesat. Kepada Fir’aun, Qorun dan Namrud diajarkan soal prestasi diri, soal kapasitas diri yang unggul dibandingkan manusia lainnya. Namun rayuan Iblis begitu sempurna ketika menjerumuskan umat Nabi Musa, a.s. (Bani Israel). Tidak sekedar kapasitas dan kemampuan diri yang unggul, tetapi dibisikkan kesombongan berikutnya atas dalih keunggulan kodrati, asal dan keturunan. Seperti Iblis ketika mengklaim bahwa api lebih mulia daripada tanah. Sejarah bani Israel dipenuhi dua kesombongan itu, karena prestasi dan asal kodrati. Bagi mereka bangsa Israel adalah kodratnya pling mulia, paling layak menjadi penguasa dunia. Maka tidak mengherankan, para nabi dari kalangan mereka sendiri difitnah, dilawan bahkan dibunuh, karena mereka semua mengajarkan kepada penghambaan kepada Allah SWT, tidak mencintai dunia. Apalagi ketika mereka mengetahui datangnya Rasul yang dianggap bukan dari golongan mereka yang dikabarkan melalui kitab suci wahyu langit. Demikianlah Nabi Isa menjadi korban yang sangat tragis, difitnah untuk diserahkan kepada dikatator untuk disalib. Namun Allah SWT berkehendak lain, menyelamatkanNYA. Tapi lagi-lagi mereka menghasut bahwa yang digantung adalah Isa dan ia adalah Anak Allah.
Kedatangan Rasulullah Muhammad SAW, semakin membuat Iblis berupaya keras melakukan penyesatan-penyesatan. Banyak kaum Israel berhasil disesatkan. Nabi Muhammad dengan tegas, jelas dan lantang menyatakan perang dengan Iblis, dengan wahyu yang diterima, “sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa”, ini jelas-jelas menyadarkan atas kesesatan yang diajarkan oleh Iblis, bukan karena prestasi dalam beribadah, berjuang dan sebagainya. Jika itu semua tanpa dilandasi dengan ketaqwaan maka sia-sialah. Sebab Iblis sudah pernah mencapai itu semua. Ketaqwaan adalah kunci dimana menjadi pembeda (antara hasil upaya Iblis dan orang bertaqwa) dimana pembeda yang paling jelas adalah sikap kehambaan, penyerahan diri total kepada Allah SWT (Islam). Hal itu muncul dalam bentuk perilaku rendah diri, saling menghormati, kasih sayang, saling membantu, tidak terjebak dalam kehidupan dunia dan sebagainya.
Apakah setelah Nabi Muhammad SAW tuntas mengajarkan Islam Iblis berhenti? Jelas tidak, karena saat perjanjian dengan Allah SWT masih belum jatuh tempo. Umat Islam juga dihasut, yang mana fitnah dan hasutan itu selalu didasarkan pada satu ajaran pokok yaitu kesombongan, baik sebab materi, prestasi atau asal diri. Belajar dari pengalaman umat-umat nabi sebelumnya, maka banyak diantara kaum muslimin sendiri saling bertikai, saling menghabisi hanya demi menunjukkan kehebatan dan prestasi mereka atau karena asal mereka atau demi kejayaan materi semata. Itu akan terjadi terus menerus sampai kelak kemudian hari, dan anak cucu kita akan menghadapinya.
Marilah kita berusaha keras untuk menghapus kesombongan itu dari diri kita. Dengan ajaran Islam harusnya itu bisa diraih, bukan sebaliknya setelah mengenal ajaran Islam dan mengamalkannya rasa angkuh dan paling benar itu yang diperoleh serta menguasai hati dan keyakinan. Jika itu yang kita rasakan saat ini, maka percayalah anda atau saya sedang mengikuti atau menjadi Iblis itu sendiri.
Wallahu 'Alamu Bishshowab