GUS DUR dan MBAH HASYIM
Perilaku Gus Dur selama ini bisa menjadi bahan kajian menarik dan penuh interpretatif, baik dari sisi pandangan ilmu sosial, kacamata infotaintment maupun dalam khazanah perklenikan. Salah satu perilaku yang menarik itu adalah kebiasaan Gus Dur “menemui Mbah Hasyim” melakukan konsultasi. Kita tahu bahwa Mbah Hasyim Asyari sudah meninggal dunia beberapa puluh tahun lalu. Itulah yang pernah disampaikan oleh Mahfud MD, "Saya nanti mau ketemu Mbah Hasyim mau tanya dulu," kata Mahfud menirukan Gus Dur. Demikian pula dari sumber lain menceritakan bahwa Gus Dur pernah dinasehati oleh Mbah Hasyim, “Le, kok tugasmu bersih-bersih terus yo? Sing sabar yo?”.
Apa yang dilakukan oleh Gus Dur tersebut, dalam kerangka toeri sosial Weber adalah tindakan yang rasional, bukan irrasional. Kita seringkali terjebak pada istilah rasional dimana batasannya sangat strukturalis atau fungsionalis dari sudut teori sosial. Weber menegaskan bahwa perilaku seseorang mempunyai makna subyektif sebagai rasionalitasnya. Tindakan Gus Dur “berkonsultasi dengan leluhur” dengan demikian, adalah subyektif rasional bagi Gus Dur. Dengan kacamata teori “Meaning of Action” Weberian tersebut, maka apa yang dilakukan Gus Dur didasari pada realitas sosial yang dimaknai oleh Gus Dur sendiri. Mereka yang melihat ini dengan kacamata Durkhemian, memandang tidak rasional, sebab bagi teori struktural fungsional seperti Durkheim, rasionalitas adalah wujud dari tindakan yang berbasis fungsi dari struktur. Tindakan Gus Dur yang rasional dengan demikian adalah ketika apa yang akan dilakukan oleh Gus Dur selalu dilandasi oleh peraturan, norma, dan struktur sosial (khususnya NU).
Demikian pula dari cuplikan cerita di atas, menunjukkan bahwa realitas yang dibangun oleh Gus Dur adalah adanya ketersambungan antara dirinya dengan Mbah Hasyim. Apalagi “le, kok tugasmu bersih-bersih terus yo? Sing sabar yo?”. Dalam kerangka Weberian, maka kita dapat memahami bahwa apa yang dilakukan oleh Gus Dur selama ini adalah upaya-upaya pembersihan, yang tentu sudah mendapat restu dari Mbah Hasyim. Persoalannya, apa yang dibersihkan dan bagaimana cara membersihkannya, ya Gus Dur sendiri yang paling paham. Sebab itulah makna subyektif baginya.
Mungkin anda tidak sepakat dengan saya, ya silakan dan monggo. Namun jika kita menggunakan kerangka yang sama atau mendekati sama, mungkin tidak jauh berbeda hasilnya.
Anda boleh mengajukan kritik ataupun gugatan, namun bisakah dengan cara yang sama seperti yang dilakukan oleh Gus Dur? Sama-sama menemui Mbah Hasyim? Agar bisa sebanding dalam memperoleh kejelasan khabarnya.
Sekali lagi, kacamata berbeda niscaya akan menghasilkan gambar yang berbeda.
Wallahu 'alamu bishshowab