Ketika Saya (yang Awam) Memahami Bid'ah

 Semakin banyak tulisan mengenai penjelasan bid’ah, semakin tidak jelas juntrungnya pemahaman saya. Ada yang membagi bid’ah baik dan tercela. Ada bid’ah terpuji dan tercela. Ada pula bid’ah urusan dunia dan agama. Ada lagi bid’ah kebahasaan (lughowy) dan syar’i (syariat). Mending saya putuskan “Semua Bid’ah sesat”, baik yang terpuji atau tercela, dunia atau agama, lughowy atau syar’i. Beres kan? Jelas-jelas disabdakan oleh Rasul bahwa “Semua bid’ah itu sesat” TITIK.

Saya, sebagai orang awam, tidak menguasai bahasa arab atau dalil-dali yang njelimet. Terjemahan “Semua bid’ah itu sesat” rasanya sudah cukup untuk menjawab itu semua. Tapi persoalan muncul ketika dalam benak kemudian bertanya : “bid’ah itu sendiri apa?” kenapa tidak diterjemahin sekalian ya? Maka kutemukan definisi bahwa bid’ah itu adalah hal-gal baru yang belum ada contohnya. Terjemahan lainnya adalah hal-hal baru dalam agama, dalam syariat agama. Wah... kok jadi mulai rumit ya? Ternyata bid’ah sendiri bukan sebuah kata yang disepakati bersama pengertiannya.
;
Ah, daripada pusing mikirin definisi bid’ah mending saya mikirin kata semua. Toh itu bahasa Indonesia, bahasa yang saya mengerti. Nah soal kata “semua” baru ada soal yang bisa diajukan, “Apakah semua itu memang berarti keseluruhan (setiapnya)?” ataukah “hanya sebagian”, bisa besar atau kecil. Jadi ingat pelajaran SMP, ada istilah part pro toto atau totem to parte. Bahwa kata yang menyatakan “semua” bisa jadi tidak semuanya, malah bisa jadi sebagian saja.

Sebuah headline berita berjudul “Semua korban sukhoi meninggal dunia”, berita mengenai jatuhnya psawat sukhoi di gunung Salak beberapa waktu lalu. Dan ternyata disitu disebutkan semua nama-nama korban dan cocok dengan data jumlah penumpang. Terbukti dari berbagai bukti fisik yang ada menunjukkan “semua” korban meninggal dunia. Kata “semua” di sini berarti semuanya, tanpa kecuali (tak ada satupun yang selamat).

Sementara ada kata-kata dari seorang lelaki kepada gurunya, “Semua jerih payahku kupersembahkan kepada agamaku”. Ungkapan yang dahsyat bukan? Tapi apakah demikian adanya? Wah bagi saya (yang awam), nanti dulu. Ternyata yang mengungkapkan itu tidaklah demikian, masih ada jerih payah yang ditujukan untuk keluarganya, istrinya dan anak-anak. Jerih payah yang menghasilkan uang, ternyata tidak semuanya untuk agama. Malah 2,5% saja. Itupun kalau mau. Kalau toh benar-benar begitu, kalau ada istrinya yang merengek dan ngambek, ya meluangkan waktu untuk berjerih payah buat istrinya, toh masih ada banyak waktu buat agamanya. Hal ini bisa saja dibantah “loh untuk keluarga kan sama saja dengan agama?”. Maka saya jawab ; wong di kalimat ungkapannya tidak menyebutkan demikian kok. “Agama” titik. Jadi, tetap saja kata “semua” itu berarti keseluruhannya (total 100%).

Dari dua bentuk kalimat yang diajukan tersebut, maka layaklah sebuah pembagian, bahwa semua itu tidak mesti setiap keseluruhannya. Artinya, bisa “sebagian bid’ah itu sesat”. Kok bisa begitu? Karena dalam sabda tersebut tidak ada rinciannya (coba bandingkan dengan berita korban sukoi yang ada rinciannya). Akhirnya kemudian tergantung saya, pembagian mana yang bisa saya pilih. Apakah pembagian dunia/agama atau tercela/terpuji dan lainnya. Tetapi sekali lagi “semua bid’ah itu sesat” dimengerti sebagai semua secara keseluruhan jadi berbenturan dengan kesimpulan ini, tidak konsisten. Jika “semua” ya harusnya “semua” tapi kok ada pembagian?

Ah, ternyata memahami yang terjemahan saja tidak gampang, apalagi teks aslinya yang berbahasa arab. Harusnya saya memahami semua sisi kebahasaan itu. Apalagi bisa ditambah dengan memahami penjelasan-penjelasan dalil lain dengan kemampuan berbahasa itu.

Maka, buat saya lebih baik menyerahkan kepada mereka yang ahli saja, dan kemudian saya mengikutinya. Itu jauh lebih mudah. Meski demikian, sebagai orang awam ya berusaha bisa paham dengan itu. Kalau hanya mengikuti tapi tak paham, ya... apalah artinya????