Rasanya kok eman, kurang menggigit jika nanti nonton film Sang Kiai hanya karena merasa orang NU. Atau adanya ikatan-ikatan emosional berlandaskan amaliyah ziarah, tahlilan atau hizib Falah. Jika begitu, bisa jadi nanti keluar dari gedung bioskop, diriku membusungkan dada tanpa makna apapun yang dibawa.
“Bung Karno menitipkan pesan kepada Kiai, apakah hukumnya membela tanah air, bukan membela Allah”. Kemudian, Sang Kiai menjawab : “Hukum membela negara dan melawan penjajah adalah fardlu 'ain".‘Cuplikan diialog dalam trailer tersebut adalah inti dari film keseluruhan, menurutku. Bahwa kemudian, lahir resoulis jihad, perang 10 Nopember, dan kematian jendral Sekutu (Inggris). Kiai Hasyim Asy’arie dengan demikian dapat dikatakan sebagai salah satu tokoh NKRI dalam mempertahankan kedaulatannya, kemerdekaan yang baru diproklamirkan. Pada perang itulah, Sekutu mengalami kekahalan yang cukup tragis. Film ini menggambarkan bahwa peran Kiai demikian luas, tidak hanya urusan domestik, tetapi sudah menjadi gerakan melawan kekuatan global.
Apakah, itu semua karena Bung Karno orang NU? Atau karena pernah mondok dan menjadi santri Sang Kiai? Bukan. Bahwa melawan penjajah, membela negara adalah urusan warga terhadap negaranya.
Mungkin sejarah inilah yang menjadi inspirasi yang pada akhirnya menjadikan Syeih M Said Ramadhan Al Bouthy menjadi korban. Bagaimana kekuatan fatwa Kiai, tokoh agama mempunyai efek luar biasa menggerakkan massa. Apakah Bashar Assad santri Syeh Said? Apakah Syeh Said seorang syiah? Bukan urusan itu. Tetapi mempertahankan kedaulatan Suriah, mempertahankan kedamaian yang selama ini ada adalah sebuah Jihad.
Sungguh bersyukur, film Sang Kiai ini dihadirkan untuk bangsa Indonesia secara keseluruhan. Bukan hanya untuk kalangan NU atau santri. Bahwa kesadaran membela negara kewajiban siapa saja yang menjadi warganya.
Tapi tunggu dulu, jangan senang dulu, jika nanti ada yang mengusiknya. Ada yang menyudutkan Sang Kiai, karena jihad yang digelorakan beliau tidak dilabeli agama, tidak demi membela Allah, tetapi membela negara (yang dipersepsikan sebagai Toghut). Dulu, masalah ini mungkin biasa-biasa saja, tetapi kelak, ini bisa menjadi kontroversi. Sebab membela negara (disebut) tak ada urusannya dengan tauhid, apalagi memurnikannya serta membela negara bukan urusan menegakkan syariah Islam.
Sebelum itu terjadi, mari, saya dan anda untuk menyaksikan film tersebut nikmati, resapi semoga anda mendapat bekal untuk membentengi diri dalam hal kontroversi di masa mendatang.