Jangan Lupa Diri : Lupa Budaya

Bagi masyarakat mana saja mengenal diri sendiri, mengenal jatidiri budayanya merupakan sebuah tuntutan yang seharusnya diprioritaskan. Budaya, ilmu, pengaruh dari luar budayanya tidak selalu membawa sebuah perubahan yang lebih baik.

Para leluhur dulu sudah jauh-jauh hari mengingatkan akan hal tersebut, bahkan dalam kehidupan beragama, dimana budaya akan bersinggungsentuhan dengannya. Dalam Serat Wedhatama Pupuh III Pucung disebutkan :

06
Durung pecus,kesusu kaselak besus, amaknani lapal, kaya sayid weton Mesir, pendhak-pendhak angendhak gunaning janma.
(Belum becus tergesa-gesa berlagak, Menjelaskan kandungan yang diucapkan, Gayanya bagaikan profesor dari Mesir, Setiap kali meremehkan kepandaian orang lain).

07
Kang kadyeku, kalebu wong ngaku-aku, akale alangka, elok Jawane denmohi, paksa ngangkah langkah met kawruh ing Mekah.
(Yang seperti itu, tergolong orang yang cuma mengaku, Hasil pemikirannya tak ada, Kebudayaan Jawanya dijauhi, Memaksa diri melangkah menimba pengetahuan di Mekah).

08
Nora weruh, rosing rasa kang rinuruh, lumeketing angga, anggere padha marsudi, kana-kene kaanane nora beda.
(Tidak tahu, bahwa sarinya rasa yang dicari itu, Melekat dalam diri sendiri,
Asal diusahakan dengan sungguh-sungguh, Di sana (Mekah) dan di sini (Jawa) tak ada bedanya).

09
Uger lugu, den ta mrih pralebdeng kalbu, yen kabul kabuka, ing drajat kajating urip, kaya kang wus winahyeng sekar srinata.
(Asal jujur, yang Anda lakukan untuk memperoleh kearifan, Bilamana terkabul niscaya terbuka, Derajat yang dihajatkan dalam hidup, Seperti yang dipaparkan dalam kitab suci).

Jadi, tak perlu susah, jika tidak tahu dalilnya ...