Banyak cara untuk berdakwah, mengajak kepada kebaikan, mengenalkan Islam kepada orang kebanyakan. Terkadang cara-cara sederhana, bahkan tak ada kaitannya secara langsung. Salag satu contohnya adalah kegiatan mandi dan berwudlu telah menarik beberapa penduduk Wamena, Papu terketuk hatinya memeluk Islam. Menurut Ade Yamin, seorang Staf Pengajar di STAIN AL Fatah, Jayapura menjelaskan bahwa sebagian masyarakat di Wamena tertarik dengan cara kehidupan pendatang yang dilihat lebih beruntung dan baik. Salah satunya adalah kebiasaan mandi dan berwudlu sebelum shalat yang dilakukan oleh para keluarga pendatang yang bertugas sebagai Pelopor Pembangian Irian Barat (PPIB) pada tahun 1965-an.
Penuturan Musa Wuka bisa mencerminkan hal itu :
“Waktu itu, saya dengan teman-teman saya, kita melihat anak-anaknya, orang-orangnya itu, ternyata kebersihannya lebih tinggi dari kami di sini, berpakainnya, badannya semuanya bersih...saya tertarik, mereka perlengkapan ke mushola itu lengkap, semua yang tinggal di lokasi ini masuk semua, dari subuh ... ada apa dalam pikiran saya?”
Ketertarikan pada cara hidup yang lebih baik, bersih dan selalu mandi terlebih dahulu sebelum shalat ternyata telah menarik beberapa anak-anak Wamena waktu itu untuk lebih dekat mengenal aktivitas di Mushalla. Lama-lama kemudian mereka mendekat kepada keluarga pendatang dan mau masuk sekolah. Setelah perkenalannya dengan Pak Jarim (guru sekolah dasar), kemudian dia diperkenalkan Islam. Namun, jangan dibayangkan ajaran apa yang diberikan. Tutur Musa Wuka :
“...dia bilang begini, kamu bisa begini (takbiratul ihram-dengan peragaan)?, saya jawab “elok (bisa)”, kalau begitu kamu pergi mandi, kemudian ke rumahnya, habis itu kita disuruh baca bismillah, baca itu terus, setelah satu jam baru ditambahi bismillahirrohamanirrahim besoknya, kita mahir dalam seminggu itu saja, sesudah itu kita disuruh ikut cara-cara ambil air wudhu, untuk mandinya, habis itu belajar untuk wudhu saja makan satu bulan...”
Begitulah sebuah kisah, bagaimana Islam menyapa warga Wamena, Papua. Anak-anak tertarik pada hal-hal sepele, yaitu kegiatan mandi dan berwudhu. Bagi mereka itu adalah kebiasaan yang lebih baik, lebih membuat bersih diri. Selain itu tentu ada daya tarik lain, bahwa keluarga pendatang yang menarik hati mereka kehidupannya dianggap jauh lebih beruntung dan baik.
Pergaulan dengan demikian menjadi kunci dalam dakwah ini. Bagaimana agar diri diterima oleh masyarakat, menarik dan dipercaya. Kemudian memperkenalkan hal-hal yang tidak memberatkan mereka, hanya mengenal bacaan basmalah harus seminggu mengenal wudhu sebulan dan seterusnya. Proses seiring dalam pergaulan telah menimbulkan cahaya Islam di lembah Baliem, Wamena.
Tulisan ini disarikan dari artikel Ade Yamin berjudul “Generasi Pertama Orang Dani Pemeluk Islam (3)”, dapat diakses di ethnohistori.org