Buruh yang "Weruh Butuhe"

Kita semua mungkin termasuk kategori buruh. Tapi tidak semuanya memperingati Hari Buruh sedunia atau dikenal dengan May Day. Salah satu tuntutannya waktu itu adalah “delapan jam sehari” diberlakukan sebagai waktu standar bagi para buruh bekerja di pabrik/perusahan di AS tahun 1800-an, karena mereka dipekerjakan lebih dari 8 jam sehari, bahkan 19 jam sehari, tentu dengan upah yang tidak memuaskan.

Buruh, dalam konteks ilmu gothak-gathik-gathuk bisa dijlentrehkan sebagai “ora Butuh weruh”, tidak perlu tahu. Para buruh tidak perlu tahu berapa laba yang dikeruk oleh pemilik perusahaan. Tidak perlu tahu bagaimana cara menghitung upah minimal yang harus dibayarkan. Bahkan standar kelayakan hidup yang sering dijadikan dasar menghitungnyapun, tidak semua buruh paham. Yang dibutuhkan adalah dengan upah yang diperoleh, buruh bisa hidup layak dengan keluarganya. Itu saja. Dak mau tahu urusan yang njlimet-njlimet. Dalam konteks ini, buruh sering dijadikan alat politik, pengumpul suara di saat-saat pesta demokrasi.

Bila, buruh diartikan sebaliknya, “Butuhe weruh”, maka dia harus tahu seberapa besar keuntungan yang didapat oleh pengusaha, dan berapa yang layak diberikan kepada buruh. Di sini buruh benar-benar berjuang karena pengetahuannya dan memperjuangkan apa yang harus diketahui.

Manusia dalam beraktivitas seringkali didasari atas relasi aktivitas-upah, layaknya buruh. Bahkan dalam beragama, pemikiran ini demikian menguasai. Lagi-lagi manusia adalah buruh dari Sang Maharaja alam semesta. Menjadi buruh dengan demikian bisa memotivasi manusia untuk selalu berusaha tahu apa yang dikehendaki Majikan. Tapi kadangpula mencari tahu bagaimana Majikan membagi upahNYA.

Namun, apakah kita sering melakukan unjuk rasa seperti para buruh dalam memperingati May Day menuntuk hak-hak yang layak dari Sang Mahamajikan? Atau anda dengan tegas dan istiqomah “ora butuh weruh” urusan Sang Majikan? Tetapi “weruh butuhe” Sang Majikan kepada diri kita, jika demikian anda tidak akan menjadi buruhNYA, dan tidak menuntut pengurangan jam pengabdian anda seperti yang dilakukan oleh para buruh ratusan tahun silam.