Kita sudah sering membaca lencana (bedge) yang menempel di topi anak-anak sekolah, atau baju seragam atau papan nama sekolah-sekolah di negeri ini. Ada semboyan yang menjadi filosofi dunia pendidikan, yakni “Tut Wuri Handayani”. Semboyan ini adalah penggalan semboyan dari Ki Hajar Dewantara, “Ing ngarso sung tulodho, Ing madya mangun karso, Tut wuri handayani”. Bisa diartikan “di depan memberi teladan, di tengah membangun semangat, di belakang mendorong motivasi”. Semboyan ini lebih ditujukan bagi para guru, bukan untuk murid. Inilah yang sering kurang mendapat perhatian.
Saya sendiri juga heran, mengapa hanya semboyan yang terakhir yang dipakai? Apa yang terjadi, maka guru lebih banyak bermain di belakang meja, tidak mau terlibat bersama-sama siswa, apalagi menjadi teladan bagi murid-muridnya. Akhirnya guru hanya sekedar menjadi motivator yang tidak terlibat kebersamaan dengan siswa.
Saat ini jarang sekali menemukan guru yang bersungguh-sungguh memikirkan murid-muridnya sepenuh waktu. Jam mengajar di kelas dijadikan pembatas. Apapun yang dilakukan di luar itu, sudah dianggap bukan menjadi tanggung jawabnya.
Para guru bisa berdalih, mereka juga memerlukan waktu buat keluarga, masyarakat dan lainnya. Tapi ini seringkali sekedar dalih untuk beralibi. Proses pendidikan hanya sekedar menyampaikan ilmu, berceramah tanpa ada ikatan guru-murid yang bertanggung jawab.
Guru adalah sosok penting dalam proses pendidikan. Namun jika hanya di belakang terus, kapan bisa maju pendidikan di negeri ini? Guru kurang bersemangat menambah ilmu, menambah keahlian yang terus berkembang. Jika ini dibiarkan, guru hanya sekedar pembantu, konco wingking (pembantu).
Selamat Hardiknas