MENANAM BENIH KETURUNAN : AJARAN DARI LELUHUR

Manusia untuk memperoleh keturunan pada umum dan lazimnya melalui aktivitas seksual, antara suami (laki-laki) dengan istri (perempuan). Banyak hal yang diperhatikan dan dipertimbangkan oleh manusia agar memiliki keturunan yang baik dan berkualitas seperti yang dikehendaki. Baik dari sisi bilogis, psikologis dan agama. Para leluhur (orang Jawa) dulu memberikan ajaran bagaimana perilaku seksual yang baik sehingga dapat menghasilkan keturunan baik dan berkualitas tersebut. Ajaran tersebut bersumber dari serat Centini. Olah seks yang hendak dilakukan oleh suami istri perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu : a) perilaku, b) waktu/situasi, c) rasa.
Pertama adalah soal perilaku. Pepatah mengatakan "woh ora ninggal wit" (jatuhnya buah tidak jauh dari pohonnya), maksudnya adalah akan banyak kemiripan antara anak dengan orang tua. Apa yang menjadi perilaku orang tua akan jatuh pula pada anaknya. Atau ungkapan lain "kacang ora ninggal jalarane" (kacang tidak akan menjalar meninggalkan kayu/tiang sandarannya). Dari sisi ilmu genealogy, juga dibuktikan bahwa sifat-sifat kedua orang tua akan ikut dalam anak, melalui kromosom yang dibawa. Para leluhur mengajarkan agar bisa menanam benih keturunan dengan baik, benar dan pener (titis sehingga bisa nitis), maka dalam perilaku kedua orang tua harus :

1) Lila (rela), artinya, khusus dalam olah seks dengan pasangan, maka aktivitas tersebut dilakukan dengan penuh kerelaan. Tak ada paksaan dalam melakukan hubungan seks.
2) Narimo (menerima), artinya dalam melakukan hubungan suami istri, harus saling menerima diri masing-masing. Baik kekurangan atau kelebihan.

3) Temen (bersungguh-sungguh), artinya harus serius dan menepati janji. Ketika berjanji malam jumat berhubungan dengan istri, maka jangan sampai mengecewakan dengan mengingkari atau sengaja menghindari.Atau hubungan yang dilakukan hanya semata-mata kesenangan belaka.

4) Utama (keutamaan), artinya harus menjaga perilaku utama. Baik suami atau istri harus mengedepankan sopan santun, adab dan keutamaan dalam melakukan hubungan seks.

Kedua adalah berkaitan dengan soal situasi/waktu/suasana. Ini harus benar-benar diperhatikan, khususnya situasi psikologis dari keduanya.

1) Eneng (hatinya diam), atau "menep". Melakukan hubungan seks dengan pasangan maka hati harus dalam keadaan tenang dapat kekuatan jiwa dan ini akan berpengaruh terhadap anaknya kelak.

2) Ening (hening), artinya hatinya benar-benar bening, bersih dan bisa menikmati rasa olah asmara dengan pasangannya. Kelak jika berhasil menjadi benih anak akan menjadi anak yang baik.

3) Awas (waspada), artinya dalam melakukan hubungan suami istri harus benar-benar berhati-hati, mengawasi banyak hal yang bisa merusak dan berpengaruh buruk. Tidak boleh sembrono dalam melakukannya.

4) Eling (ingat) atau konsentrasi. Keduanya harus benar-benar menyadari bahwa yang sedang dilakukan adalah proses menanam benih manusia. Harus sadar betul apa konsekuensi yang dilakukan. Oleh karena itu harus mengingat berbagai hal yang sudah diajarkan sebelumnya.

Ketiga adalah berkaitan dengan rasa. Dalam hal ini perlu memperhatikan bagaimana cara mengolah rasa dalam berhubungan.

1) Marahi (mengajak), dalam hal mengajak perlu dilakukan upaya-upaya yang benar-benar menarik pasangan. Sehingga muncul kegairahan serta kerelaan dalam melakukan aktivitas tersebut.

2) Meruhi (mengatahui), dalam hal ini diperlukan banyak wawasan sehingga bisa membedakan bagaimana berhubungan yang baik (menurut ajaran agama), baik menurut kesehatan, baik menurut adat dan sebagainya. Hal ini juga akan mempengaruhi rasa yang ditimbulkan. Tidak hanya sekedar rasa nafsu semata, tetapi rasa yang sudah terdidik oleh pengetahuan.

Nampaknya, ajaran para leluhur tersebut lebih banyak menyoroti soal hati, pikiran dan perasaan. Soal gaya ataupun cara bisa dilakukan sesuai kebutuhan dan kehendakan pelaku. Namun secara prinsip sejak zaman dahulu sampai besok, maka prinsip-prinsip tersebut harus tetap dipegang, sehingga kelak banyak akan lahir manusia yang berkualitas, baik dan berakhlak mulia. Karena menanam benihnya benar-benar dilandasi dengan usaha yang baik dan penuh kesadaran betapa sakralnya hubungan seks suami istri.

wallahu 'alamu