WALISONGO : KEHADIRANNYA UNTUK ANDA (ASWAJA) SAAT INI



Pembuka

 Anda boleh berbeda pendapat dan kesimpulan tentang sejarah walisongo di Nusantara, atau khususnya di tanah Jawa. Bagi saya, apa yang saya pahami tentang sejarah dan cerita walisongo hingga sampai kepada saya seolah-olah merupakan skenario besar pemimpin masa lalu demi kepentingan saat ini. Yah... kehadiran mereka seolah dipersiapak buat kita untuk situasi saat ini.

 Walisongo Adalah sebuah Tim Dengan Berbagai Keahlian

Dalam salah satu catatan sejarah, bahwa keberadaan walisongo awalnya adalah atas prakarsa dari Sultan Muhammad I (Penguasa Kekhalifahan di Turki) yang berkuasa 1394-1421 M. Penyebaran islam ke penjuru dunia, sudah dilakukan sejak zaman Rasulullah sendiri. Demikian pula banyak team-team kecil atau besar dikirim ke pelbagai pelosok dunia untuk mendakwahkan Islam. Buat saya keberadaan walisongo adalah paling unik dari sekian peristiwa pengiriman juru dakwah tersebut. Bagaimana tidak, paling tidak buat saya, bahwa sampai saat ini pengakuan masyarakat luas dan ikatan antaranya dengan para walisongo (beserta murid-muridnya) begitu kuat.

Dalam sebuah versi sejarah, walisongo pertama ada sekitar tahun 1404 M. Para ulama yang diutus benar-benar pilihan, dipersiapkan sesuai dengan kebutuhan medan. Bukan inisiatif atas ulama sendiri untuk berdakwah. Ulama dengan berbagai latar belakang keahlian dikirim ke tanah Jawa untuk mendakwahkan Islam. Entah apa pertimbangan sultan Muhammad I waktu itu, mengutus para ulama dengan kriteria dan pengorganisasian yang demikian ketat dan kuat.


Kemunduran Islam di Timur Tengah

Sekitar tahun 1258 M, Irak yang waktu itu menjadi pusat dakwah Islam yang baik dan maju dihancurkan oleh serangan Hulaghu Khan dari Mongol. Banyak kitab yang dimusnahkan olehnya. Bisa dibilang saat-saat itu adalah memasuki masa suram kemajuan Islam dan peradabannya. Kekhalifahan berpindah ke Ottoman, Turki sejak tahun 1299. Pada periode 1400-an kekhalifahan ini mengalami kemajuan dan kejayaan yang luar biasa. Tapi, sekali lagi suatu saat dinasti ini juga mengalami kejatuhan, dan itu seiring munculnya paham wahaby di tanah Arab.

 Walisongo Sebagai Dewan Ulama

Kita tentu lebih mengenal Raden Patah sebagai raja Demak, daripada mengenalnya sebagai salah satu anggowa Walisongo. Demikian pula kita lebih mengenal Sunan Gunung Jati sebagai ulama/wali ketimbang sebagai seorang raja atau pangeran. Kita mengenal Sunan Kalijaga sebagai guru tanah Jawa daripada menyebutnya sebagai putra Bupati Tuban. Apa makna dari itu semua? Bahwa yang kita warisi dari keberadaan walisongo adalah pengenalan kita, kecintaan kita kepada ulama, bukan kepada khalifah/raja. Dinasti atau raja boleh berganti. Dari Demak, ke Pajang, Jipang, kemudian ke Mataram. Masyarakat memaklumi sebagai sebuah sejarah politik. Namun kecintaan mereka kepada walisongo sebagai ulama panutan dan sumber inspirasi tetap melekat sampai saat ini.

Apakah ini sebuah skenario besar saat itu?

 Kadangkala saya berkhayal, apakah dulu Sultan Muhammad I atau para dewan ulama sudah “menduga” bahwa nanti tanah Jawa/Nusantara akan menjadi umat mayoritas dari Islam? Meksi bukan sebagai pusat kejayaan atau pusat ilmu pengetahuan Islam, namun keberadaan mayoritas tersebut merupakan sebuah kekuatan besar. Khayalan saya juga bertanya, apakah mereka dulu “mengantisipasi akan munculnya wahaby atau sejenisnya” yang akan mengancam tradisi keulamaan/bermadzhab? Sehingga saat itu dibentuk tim khusus yang ditugasi untuk menanam tradisi keilmuwan dan keualamaan di tanah Jawa. Para walisongo tidak mengajarkan masyarakat untuk mencintai raja tertentu, atau dinasti tertentu, tetapi mengedepankan mencintai ulama. Orang Jawa Timur tetap mencintai Sunan Gunung Jati, demikian pula orang Sunda tetap mencintai Sunan Ampel. Demikianlah warisan yang kita dapatkan saat ini, bukan khalifah siapa yang harus dicintai.

 Jika memang demikian adanya, maka menjadi tugas para generasi Aswaja untuk tetap melestarikan tradisi keulamaan tersebut. Di belahan dunia manapun, istilah dewan ulama atau walisongo yang masih begitu kuat dikenal dan dikenang oleh masyarakat adalah di tanah Jawa ini. Perhatikanlah, di tempat-tempat lain, orang akan mengenang para pribadi ulama, namun di Jawa, yang dikenal adalah sebuah dewan ulama, yakni walisongo.

 Dan bagi anda para pecinta walisongo (aswaja), maka sadarilah bahwa kehadiran mereka di tanah Jawa ini adalah mempersiapkan anda untuk peran sejarah saat ini. Bagaimana anda tetap bisa mencintai para ulama, bukan raja atau dinasti. Bagaimana anda meneruskan tradisi keilmuwan para ulama, mempertahankan keragaman dalam kesatuan cinta kasih antar sesama. Itulah peran para generasi aswaja saat ini.

Penutup

 Anda boleh menganggap saya sedang berkhayal. Bahkan tidak sepakat secuilpun dengan isi tulisan ini. Tapi itu semua tidak akan menghentikan imajinasi saya. Sebelum berkhayal dilarang di negeri ini.



Wallahu ‘alamu