Syi'ir Tanpo Waton

Anda tentu sekarang sudah mulai akrab dengan Syi’ir Tanpo Waton yang sering diputar dan diperdengarkan di radio, televisi, surau, musholla, masjid atau lainnya. Di sini saya tegaskan, tidak membahas itu karya siapa atau siapa yang mempopulerkannya. Bagi saya sudah jelas ada perbedaan, dan karena saya tidak tahu menahu dengan jelas dan pasti, maka bagi saya lebih baik diam.

Namun dalam tulisan ini saya akan mencoba memahami pesan yang terkandung dalam Syair tersebut. Syair tersebut berjudul Tanpo Waton. Waton dalam kamus bahasa Jawa SA MangunSuwito, hal.284 disebutkan waton : asal;angger tpi bisa juga pathokan; pranatan. diwatoni:dipathoki. maton : mesthi;tetep. Pathokan, peraturan, dasar. Secara gampang arti syair ini berisi mengenai banyak hal dalam kehidupan manusia (khususnya dalam beragama) yang tidak memakai dasar, patokan dan peraturan. Asal-asalan, atau asal pokoke.

Beberapa kebiasaan asal-asalan atau pokoke, tanpa dasar dalam beragama disinggung dalam syair tersebut, antara lain :

1)    Hanya suka ngaji (mencari ilmu, berguru, mengkaji agama) dalam hal syariat semata-mata. =è Asal menguasai syareat, sudah menjadi Islam yang kaffah. (Waton syareat)

2)    Suka mengkafirkan orang lain, padahal hafal Qur’an dan Hadits, artinya Qur’an dan Hadits tidak dipakai atau dijadikan pedoman, tetapi hanya dipakai alat justifikasi mengkafir-kafirkan orang.=è Asal bisa mengkafirkan sudah menjadi Islam yang sejati (Waton ngafirke)

3)    Suka gebyar dunia, menuruti nafsu. =è Asal puas nafsunya (Waton seneng).

Padahal bukan itu sebaik dan seharunya. Jika hanya itu saja, maka celaka di kemudian hari, dan akan sengsara kehidupannya kelak. Oleh karena itu, nasehat dalam syair tersebut adalah :

1)    Mengaji itu yang lengkap, dengan berbagai hal, meliputi aturan, hati, dan rasanya, sehingga sempurna ilmu agamanya.

2)    Al Qur’an, mukjizat Rasulullah menjadi pedoman, bukan menjadi alat mengkafirkan orang. Sehingga menjadi penyuluh hidup. Zikir setiap saat, suluk mendekat kepada Allah, siang dan malam akan menambah resapnya iman dalam hati, sehingga menimbulkan rasa aman.

3)    Hiduplah yang neriman/qonaah (jangan memperturuti nafsu kesenangan semata).Sehingga dapat membina kerukunan dengan tetangga, saudara dan siapa saja.

Jika itu mampu dilakukan, maka berarti sudah menjalankan Sunnah Rasulullah SAW. Kelak ketika maut menjemput, sukmanya tidak terbelenggu oleh dunia, dan diganjar surga oleh Allah swt. Bahkan bisa jadi raga dan kafannya tetap utuh sebagai bukti dari kebesaran Allah dalam mencintai hambanya yang sempurnya dalam beragama.

Wallahu ‘alamu bisshowab.