Taqwa, Lagi-Lagi Taqwa

TAQWA



Taqwa adalah sikap kita terhadap Allh SWT yang diliputi harap dan takut. Harap akan rahmatNYA, takut akan murkaNYA. Karena semua itu merupakan bentuk cinta hamba kepada Sang Khalik, Allah SWT. Sehingga hamba selalu diliputi rasa khawatir akan terputusnya cinta kepadaNYA atau CintaNYA kepada hamba. Dalam implementasinya, maka hamba selalu berusaha mendekat kepadaNYA dengan berusaha sekuat tenaga menjalankan taqwa.



Taqwa didefinisikan sebagai “menjalankan perintah dan meninggalkan larangan” dalam kerangkan mendekat kepada Allah. Sering para pendakwah menjabarkan bahwa taqwa adalah “menjalankan semua perintah Allah” dan “meninggalkan larangan Allah”. Berhenti di situ. Pernahkan di antara kita bertanya-tanya, mungkingkan menjalankan semua perintah Allah? Meninggalkan semua larangan Allah? Jawaban yang cepat dan segera adalah tidak mungkin. Ah..itu sudah biasa. Tapi apa memang demikian?



Menjalankan perintah adalah upaya aktif, melakukan sesuatu. Oleh karena itu logikanya, adalah membutuhkan tenaga, energi, ilmu, kemampuan dan sebagainya. Dengan demikian, jika kita mendaftar seluruh perintah Allah, semuanya baik yang ringan dan berat, yang pokok dan tambahan, yang langsung melalui AL Qur’an dan Sunnah, Hadits Rasulullah, maka akan muncul daftar yang panjang dan melelahkan. Oleh karena, perlu mengetahui batas minimal dan prioritas yang menjadi perintah buat manusia sebagai hamba. Pengetahuan mana yang wajib, mana sunnah (tambahan) atau yang biasa saja, serta prioritas karena kondisional diri, sangat penting. Jika seseorang mengetahui batas dirinya memenuhi kewajiban zakat, maka melaksanakan zakat menjadi prioritas.



Meninggalkan larangan, bisa berarti pasif bisa aktif. Dalam pengertian bahwa meninggalkan larangan adalah “tidak melakukan sesuatu apapun” atau diam. Namun juga bisa berusaha untuk tidak melakukan, melakukan upaya untuk tidak melakukan. Artinya adalah aktif dalam mengarahkan upaya diri untuk tidak melakukan. Dalam arti diam, maka logikanya tidak membutuhkan energi. Katakanlah larangan menggunjing, dengan diam tidak ngomong apa-apa itu sudah meninggalkan larangan. Tetapi seringkali untuk diam saja tidak mudah, maka perlu upaya aktif agar diam atau membuat diri diam dan menghindar dari menggunjing.



Akhirnya, berusalah sekuat tenaga, apapun kondisimu, dan batas-batas dirimu untuk melaksanakan perintah Allah SWT. Namun toh, masih jika jatuh pada pelanggaran larangan Allah, maka segeralah untuk menghentikannya dan menutupi dengan perbuatan baik lainnya, sehingga di akhir usahamu adalah amal yang baik (khusnul khotimah).



Wallahu ‘alamu bisshowab.