Surat Al Ikhlas
Inilah salah satu nama surat dalam Al Quran yang dulu sempat mebuatku merasa ganjil dan aneh. Mengapa tidak? Biasanya yang kuketahui nama surat diambil dari kalimah (kata) yang ada dalam surat tersebut. Tetapi surat ini diberi nama dengan tidak mengambil kalimah (kata) yang ada dalam surat tersebut. Cobalah kita teliti satu persatu kata dalam surat tersebut, tidak satupun menyebut kata ikhlas.
Qul huwa Allahu Ahad
Allahu as-shomad
Lam yalid wa lam yuulad
Wa lam yakun lahuu kufuwan ahad
Sebenarnya kasus surat ini sama anehnya dengan Surat Al Fatihah, dimana nama surat juga tidak menyebut kata yang ada dalam surat tersebut, yakni Fatihah. Mungkin ada jawaban yang simpel dan mengenai, yaitu karena surat tersebut terletak pada awal kitab atau bisa disebut sebagai surat pembuka, dalam bahasa Arab disebut Al Fatihah.
Kembali kepada surat al ikhlas. Lantas hikmah apa yang bisa diambil dari nama tersebut yang tidak mengambil dari kata dalam surat tersebut? Saya mencoba tidak membahas mengenai sejarah pemberian nama surat tersebut (sebab saya tidak mengetahui persis sejarah itu). Menuju pada hikmah adalah jalan yang baik buat saya untuk mendapatkan ilmu, wawasan serta pemahaman yang bisa kupahami dalam akal logisku sehingga surat tersebut bisa menjadi bermakna buat diriku sendiri tanpa harus merusak terjemahan ataupun tafsir yang ada.
Selama ini anda sulit mendapat definisi tentang ikhlas? Atau sulit memahami tentang ikhlas? Maka dalam surat inilah sebenarnya jawaban tentang apa itu ikhlas. Mari kita simak baik-baik, “ Katakanlah (yakinkan pada diri anda sendiri dengan menyuruh batin anda mengatakan, mengakui) bahwa Dialah Allah yang Esa/Tunggal. Allahlah tempat bergantung segala sesuatu”. Cukupkan di sini dulu. Hanya dua ayat. Rasakan, hayati. Bahwa Allahlah bergantung segala sesuatu, apa saja, keberadaan sesuatu, terjadinya peristiwa, berlakunya nasib, takdir semua bergantung pada Allah. Apakah ada yang lain? TIDAK. Hanya DIA yang Esa meliputi segala sesuatu itu. Pahamilah, apapun yang menimpa diri anda, yang berlaku pada anda, berjalan melalui anda adalah bergantung padaNYA. Nafas anda, kesehatan anda, rezeki anda, nasib buruk anda, sakit anda dan lain sebagainya semua bergantun padaNYA. Tidak ada sebab selain DIA. Jika anda sudah mampu menerima ini dalam keyakinan anda, maka anda akan secara perlahan memahami apa itu ikhlas. Oh...ini to yang dinamakan ikhlas. Lepaskan logika anda untuk sementara, kuatkan hati anda untuk meyakini ini semua. Memang akan ditemui berbagai konflik batin, kebimbangan hati, penderitaan yang kuat, namun itu semua belumlah akhir dari segalanya. Teruskan dalam memahami kejadian sehari-hari anda. Terus dan terus. Semakin kuat anda melampau itu semua berbekal keyakinan Allahu as-shomad, maka anda akan menemukan definisi ikhlas yang semakin dalam. Kedalaman ikhlas yang anda pahami akan sangat tergantung dari proses ini (bukan pada ucapan “saya sudah ikhlas”). Dan ini bisa jadi tidak akan ada batasnya, sebab semakin dalam anda menyelam dalam samudra kehidupan, baik lahir dan batin, akan semakin banyak ombak dan batu karang yang menghalangi. Di setiap tahapan akan anda temukan definisi ikhlas yang sesuai dengan tahapan yang anda lalui.
Dengan berbekal dua ayat tersebut, maka ayat selanjutnya adalah penegasan, “bahwa Allah (yang menjadi tempat bergantung segala sesuatu) bukanlah Zat yang melahirkan (menduplikasi) zat-zat yang sebanding dengan dirinya. Saya memahaminya Allah bukan sebagai intervening dari rangkain kalusa sebab-akibat. Demikian pula sebaliknya Allah “juga tidak dilahirkan (disebabkan) oleh zat lain”, sebab Allah “tidak ada yang serupa denganNYA”.
Jika anda sakit, obat atau jamu yang anda minum atau air putih sekalipun, sehebat apapun, dari pabrik tercanggih manapun semuanya hanyalah “lantaran” atau sebab (bukan yang sebenarnya) perantara untuk kesembuhan anda. Rezeki yang datang kepada anda melalui jalan apapun juga demikian. Perusahaan anda, atasan anda, karya anda atau apapun itu hanyalah perantara. Demikian pula ketika rezeki itu hilang, apakah melalui maling yang mencuri, atau lupa yang menimpa anda, atau berpindah tempat, semuanya adalah perantara.
Jika kita yakin bahwa Allah adalah sebab itu semua, mengapa kita tidak berusaha menerimanya? Bukankah itu semua adalah milik Allah? Berasal dariNYA? Dan milikNYA?
Jika kita sudah ridho Allah sebagai Illah (Tuhan) yang Esa, mengapa kita harus memilih apa yang dipilihkan olehNYA? Mengapa harus mengatur DIA untuk berbuat ini atau itu yang sesuai dengan keinginan kita?
Bukankah lebih bijak dan arif jika kita berusaha memahami apapun kehendakNYA dan berusaha menerima apapun pemberianNYA? Bukankah itu jalan yang membimbing kita menuju ikhlas?
Semoga Allah membimbing kita menemukan keikhlasan diri kita masing-masing
Wallahu ‘alamu bisshowab