Hari ini aku baca di media cetak, adanya peresmian Perkumpulan Istri Patuh Suami. Setelah aku baca isinya rasanya miris juga.
Bisa jadi ini lagi-lagi soal ekspor orang Malaysia ke Indonesia. Aku inget dulu ada perkumpulan poligami, ekspor pengebom...entah apa lagi nanti. Yang membuat saya benar-benar miris adalah pernyataan salah satu dari mereka, “bahwa kepatuhan istri, kalau perlu dalam urusan ranjang harus memberi layanan melebihi pelacur kelas elite...”. Jian....analoginya kok sama pelacur...kok ketaatan istri yang diniati ibadah Cuma dianalogkan dengan urusan seks semata.
Jika dilihat dari kacamata nasionalisme, sebenarnya kita tidak perlu impor yang begini-beginian. Di Jawa saja ada semboyan “suwargo nunut neroko katut” buat istri (sekali lagi ini pedoman buat istri tidak boleh dipakai suami...bisa rusak tatanannya nanti).
Jika dilihat dari kacamata agama, wah mereka lupa bahwa urusan seks itu kan urusan nafkah, urusan sedekah. Oleh karena itu perlu dilandasi rasa tanggung jawab dan keikhlasan. Bukan sekedar urusan enak atau gaya atau eksperimennya. Kalau pelacur kan urusan jual beli. Situ beli saya jual. Kalau urusan sama istri atau suami dilandasi jual beli, wah ya runyam jadinya.
Apalagi kalau label agama...saya yakin seandainya Nabi Muhammad kok sangat ngurusi urusan seks...dijamin beliau dak kober lah opo lah opo...dak kober Jibril menemui dan memberi wahyu kepadanya. Justru karena Nabi Muhammad sangat memahami seks sebagai nafkah dan sedekah (idholussuruur), maka kenikmatannya tidak bisa dianalogikan dengan pelacur...tetapi dianalogikan dengan penyaksian ketauhidan.
Ketika akad nikah, pada dasarnya suami istri melakukan syhadat, ikrar kesetiaan dan ketaatan kepada Allah. Jadi sebenarnya bukan urusan istri taat suami, atau istri sayang sama istri, tetapi urusannya adalah suami dan istri sama-sama taat kepada Allah. Persoalannya, suami diberi tugas sebagai pimpinan dalam hal ini. Kata ajaran Jawa, “bisoo aweh peparing ayem marang keluarga (bisalah memberi ketentraman kepada keluarga)” dan ini senafas dengan tujuan pernikahan itu sendiri, menuju sakinah. Ketika suami bisa taat, maka ketataan istri kepada suami adalah ketaatan kepada Allah, sebab suami yang taat pada Allah tidak akan mengajarkan atau memimpin keluarganya untuk keluar dari rel Allah. Dus..jika sudah mencapai itu, maka surga istri katut...bersama surga suami.
Tetapi jika suami mengajarkan istri ketaatan dan kepatuhan pada suami, maka dia sudah membangun berhala baru bagi istri dan keluarganya. Dan itu perlu diwaspadai...Dengan niat dan ikrar untuk membangun visi dan misi yang sama dalam rangka taat kepada Allah....niscaya hubungan, dinamika dan komunikasi antara suami dan istri menjadi setara dan seimbang.
Semoga kita semua bisa menggapainya. Dan selalu berusaha dari mulai awal untuk berusaha mewujudkan itu...maka Allah pasti akan memberi surga kita di dunia ini (juga di akhirat kelak)....baytyyy jannatyyyy.......dapat dobel kan....????
wassalam