Innaa sholaty wa nusuky wa mahyayaa wa mamatii lillahi robbil aalamin
Sesungguhnya sholatku, manasikku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah tuhan semesta alam.
Disadari bahwa hidup ini harus dilandasi oleh sebuah niat, ya niat menghadap, memandang Wajah Sang Pencipta. Dengan kalimah Takbiratul Ihram...berarti betapa kecilnya diri, betapa najisnya selainMU bersemayam dalam hati. Itulah mengapa Allah sangat membenci manusia yang sombong berjalan di muka bumi.
Fatihah, adalah niat kesadaran bahwa segala sesuatu diawali dengan Asma Allah. Fatihah adalah deru doa dan usaha dalam aktivitas sehari-hari. Sebab hidup adalah memilih, jalan yang diridhoi atau sesat dan dibenci Allah. Itulah jalan lurus...dimana Hati selalu menatap lurus pada Sang Pencipta.
Ruku’ adalah kesediaan menerima kesetaraan, kesetaraan sesama makhluk Allah. Ya kebersamaan dalam berbakti dengan seluruh makhluk. Semua punya peran dan posisi. Tak perlu ada yang harus merasa lebih tinggi, oleh karena itu...Sami’allahu liman hamidah (percayalah...Allah tahu siapa yang benar-benar memujiNYA).
I’tidal adalah kesadaran kembali kepada tatapan, kesendirian dalam ketegaran menatap Sang Pencipta. Tak perlu mudah kagum (ojo gumanan) atas kehebatan makhluk.
Sujud adalah kesadaran ke dalam diri. Bahwa akal, tak berarti apa-apa. Tanah adalah mula kehidupan di dunia dan akhirnya. Pantat jauh lebih tinggi, meski hakikatnya tetap pada hati yang menjadi inti. Yang Maha Tinggi tetap Allah.
Itulah gerak, itulah simbol pembelajaran dalam menjalani hidup.
Gerak-gerak dalam sholat ibarat aktivitas dalam kehidupan. Setiap berganti gerakan haruslah dikumandangkan Takbir (Allahu Akbar). Tak boleh ada kesombongan, yang ada adalah kesetaraan. Yang ada adalah menebarkan salam, menebarkan kedamaian. Kesemuanya akan terlaksana jika kita dalam keadaan suci dari hadats dan najis. Suci dari hati yang mengeluarkan kotoran (hadats), dan terhindari dari kotoran yang masuk ke hati (najis).
Jika ini dijalankan dengan sungguh-sungguh inilah sholat yang mencegah perbuatan keji dan munkar. Inilah mungkin yang disebut shalat da’im dan dipergunjingkan oleh para pengikut dan pengkritik Siti Jenar.