Nabi Muhammad SAW pernah menegaskan .”barang siapa diakhir hidupnya, kalimah yang terakhir adalah laa ilaaha illallah, maka dia masuk surga”.
Sungguh yang sangat, bahwa kematian adalah salah satu rahasia yang besar dan begitu sulit untuk dijlentrehkan kejadiannya. Terlebih lagi menyangkut hembusan terakhir atau ucapan yang benar-benar terakhir keluar dari lubuk hati dan terlisan melalui mulut. Sebab kematian menyangkut ruh, menyangkut perjalanan ruh, menyangkut garis batas ruh menempuh perjalanan. Ruh adalah urusan Allah SWT, dan sangat-sangat sedikit sekali yang diketahui oleh manusia.
Alangkah indahnya jika akhir dari ucapan kita adalah seperti itu. Alangkah agungnya kematian kita bisa mengikrarkan kalimah kesaksian tersebut. Tapi apakah begitu mudah itu dapat terjadi dan terwujud???
Seorang kyai dari desa pelosok di kaki gunung Slamet memberi ibarat kepada saya...cobalah perhatikan burung beo. Dia dilatih tiap hari untuk mengucap salam...”assalamu ‘alaikum’...begitu terus. Dan setiap ada orang yang masuk rumah pemiliknya dia memberi salam. Alangkah berbedanya ketika yang mendekat kepadanya adalah seekor kucing...dia berteriak...”ciet..cet...ciet..”..kembali kepada suara aslinya, bukan salam yang sudah sering diajarkan dan dipraktekkan. Itulah bisa jadi gambaran diri kita.
Memang kita bukan burung beo. Memang kita punya nalar dan hati. Kesaksianku atas meninggalnya beberapa orang (yang sangat dekat denganku) mengajarkan kepada saya, bahwa tidak mudah dan sangat sulit untuk mewujudkan dawuh Nabi SAW tersebut di atas. Bagaimana bisa dengan mudah lisan mengucapkan, jika dengan perlahan ruh berjalan dari kaki ke atas, kemudian menggerogoti kemampuan dan daya juang fisik/lisan untuk mengucap. Jika toh masih ada daya, mungkin mata yang akan menyisakan kemampuan itu, serta ucapan dan penegasan yang tersembunyi dalam hati. Dan kita yang menyaksikan jelas tidak tahu menahu soal itu.
Hanya pertanda, hanya gejala menjelang peristiwa itu yang mungkin memberikan makna kepada kita. Kegelisahan macam apa yang mengiringi kita. Dan itu semua akan sangat bergantung kepada, bagaimana di saat ajal belum menghampiri kita berucap dan berikrar dalam hati. Memang kita bukan burung beo, tentu dengan kesadaran dan keteguhan dalam berlatih..ya berlatih dalam keseharian kita akan membantu di saat-saat akhir tersebut. Dimana keteguhan tersebut telah teruji dari berbagai rasa waswas, rasa takut akan segala persoalan dunia, atas semua beban hidup di dunia. Walaa hooufun alaihim walaahum yahzanun....
Kita hanya berharap akan rahmat Allah dan syafaat Rasulullah SAW, semoga perjalanan kita mampu mempertahankan kesakisan kita di dunia, penegasan kita..dan ikrar kita untuk melewati batas itu...penegasan bahwa Laa ilaaha illallah...Amin.
Wallahu ‘alamu bisshowab