AJARAN HIDUP DALAM HURUF LATIN

AJARAN DALAM HURUF (ABJAD) LATIN



Huruf atau abjad latin merupakan salah satu abjad yang populer dipakai diseluruh dunia, sepopuler demokrasi yang saat ini sudah menjalar dan menjadi bagian kehidupan di berbagai negara.



Huruf latin, yaitu A, B, C, D, ...Z itu sederhanya dapat dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu huruf hidup (vokal) dan mati (konsonan). Sebagai simbol huruf-huruf tersebut bisa dimaknai sebagai manusia dalam konteks kehidupan di dunia. Hidup manusia bisa kita pahami dalam kondisi mati dan hidup, seperti huruf-huruf tersebut. Manusia akan hidup ketika dia bisa vokal, bersuara, berperan. Ketika manusia hanya “ada” saja dalam dunia, maka hidupnya masih belum berarti apa-apa.



Kategorisasi itu pula mengajarkan kepada kita bahwa manusia bisa hidup sendirian, layaknya huruf-huruf vokal tanpa konsonan. Ya mereka bisa bersuara, bisa berperan tetapi hanya sekedar, peran untuk mencemooh (Uuuuuuuu), gumunan (Oooooooooooooo), egoisme (Eeeeeeeeeee), ekspresi rasa (Aaaaaaaaaaaaaaaaa). Konteks kehidupan seperti di Amerika dan Eropa hidup model begini sangat dipertahankan. Itulah individualisme sebagai inti liberalisme, dimana manusia tanpa manusia lain masih tetap bisa hidup, masih bisa eksis, meski eksistensinya lebih cenderung egois.



Bandingkan dengan filosofi huruf Jawa atau Arab. Dalam bahasa Jawa, manusia sudah ditakdirkan punya peran, huruf Jawa tidak mengenal huruf mati, semua huruf hidup (Ha, Na, Car,...Nga). Apapun kedudukan, asal dan sebagainya punya peran sendiri-sendiri. Sebagai pribadi manusia Jawa diajarkan untuk punya eksistensi berbasi peran individu tersebut. Peran sosial hanya bisa diperoleh ketika berpasangan (atau mendapat pasangan).



Demikian pula huruf Arab, mengajarkan semua huruf itu mati, hanya geraklah (harakat) yang akan membedakannya. Peran manusia dalam konteks kehidupan akan sangat tergantung dari geraknya dalam kehidupan. Bandingkan dengan huru latin, peran hanya karena penjumlahan (konsonan + vokal) layaknya voting dalam demokrasi.



Filosofi mana yang menjadi bagian dari diri kita? Apakah kita sudah terbiasa dengan huruf latin? Atau membiasakan diri dengan huruf Arab atau Aksara Jawa? Marilah kita maknai diri kita dalam konteks kehidupan ini tidak sekedar jejer, ada saja, tanpa gerak, seandainya punya gerak/peran janganlah hanya sekedar.......Ooooooooooooooooo?



(Sumber : Kitab Teles, Bab Huruf, Pasal Simbol)