Kenihilan Diri



Kegagalan-kegagalan yang sering kita temui dalam usaha keseharian kita pada akhirnya akan menimbulkan sebuah keputus asaan akan keberhasilan yang diidamkan. Demikian pula akan membuka cabang perasaan lainnya, yakni kehinaan. Melihat diri yang selalu gagal dan gagal, lama-lama membentuk cara pandang terhadap diri sebagai manusia yang gagal dan tidak berguna. “Bandingkan dengan mereka yang berhasil, hidup berkecukupan, tanpa beban pikiran hutang dan nyaman” begitulah hardik kepada diri yang gagal ini.



Apalagi yang menyatakan, menyampaikan bahkan menghardik adalah orang lain, orang-orang di sekitar kita, maka segala keputusasaan, kehinaan akan mencapai puncaknya, gampangnya sumpeg yang sesumpeg-sumpegnya- sumpeg notog. Sudah pokoknya benar-benar tak ada gunanya.



Benarkah seperti itu? Tunggu dulu, ada dua hal di situ, pertama persepsi, pandangan yang kita bangun sendiri dan persepsi, penilaian orang lain atas kita. Ketika persoalan itu adalah penilaian orang lain, maka lihatlah pada diri sendiri, apakah memang seperti itu? Apakah kita sudah berusaha sebenar-benarnya? Mungkin hanya waktu yang akan membuktikan kebenaran itu semua. Jika itu persepsi kita sendiri, maka sebaiknya kita bongkar saja atau jadikan bahan bakar kita.



Sumpeg yang sudah notog (puncak/klimaks) tersebut pandanglah sebagai sebuah kekuatan yang besar untuk melakukan “balas dendam” agar semua bisa berubah. Dalam keadaan seperti itu, kesadaran kenisbian, kenihilan diri sebagai manusia sudah begitu nampak jelas di hadapan Allah SWT. Mungkin selama ini kita tidak pernah bisa merasakan “kepedihan yang begitu luar biasa” sampai-sampai mengoyak harga diri dan jati diri sebagai manusia.



Bukankah itu hakikat dari segala hakikat kedudukan manusia di hadapan Allah swt.??? memang dihadapan manusia lain atau bahkan diri sendiri yang sering keliru dalam menilai diri bisa jadi benar apa yang terjadi. Tetapi bagi Allah swt. itulah rahasia hakikat yang sedang dibukakan untuk kita. Itulah kecemburuan Allah swt pada kita yang luar biasa, sehingga DIA menarik kita untuk bersungkur dan jatuh cinta kepadaNYA. Itulah sebenarnya hakikat yang kelak akan dibuka di alam barzah, akhirat kelak. Namun itu semua sudah diberikan saat ini di dunia.



Oleh karena itu, marilah kita sandarkan penilaian itu kepada sandaran Allah swt. kepada penilaian kejujuran yang paling murni dan asli, sehingga kita bisa melihat dengan jelas sejelas-jelasnya, siapa diri kita sebenarnya yang tanpa apa-apa dan tidak bisa apa-apa.



Semoga bermanfaat.

Wallahu ‘alamu bisshowab