PELAJARAN HIDUP DALAM AKSARA JAWA (HA NA CA RA KA,...NGA)
Saya sempat menemui beragam pemaknaan dari huruf Jawa, Ha Na Ca Ra Ka. Upaya untuk mendapat pelajaran dari jejeran huruf-huruf tersebut adalah sebuah proses dalam mengajari diri sendiri melalui simbol-simbol huruf yang kita kenal. Tradisi seperti itu, sebenarnya tidak terbatas dalam kalangan masyarakat Jawa. Dalam huruf latin yang sudah kita kenal saat ini dulunya adalah simbol-simbol berbau dewa yang berakar dari tradisi Yunan, Romawi. Demikian pula dalam tradisi Arab juga ditemukan upaya tersebut.
Kembali lagi ke pemaknaan atau proses mengambil pelajaran dari huruf Jawa, maka perlu disampaikan bahwa aksara/huruf Jawa yang sering dijadikan acuan pelajaran tersebut adalah aksara dasar (...) adalah yang berjumlah 20...berikut ini adalah aksaranya :
Berbagai kalangan memberikan pemaknaan (penjabaran) yang berbeda menyangkut aksara-aksara tersebut. Seperti pemakanaan yang ada dalam Serat Wirid Hidayat Jati, Panji Anom Resiningrum, atau dari Sastra Jendra Hayuninrat. Dari sekian uraian atau pemaknaan, saya lebih suka dan merasa sreg yang berasal dari Sastra Jendra Hayuningrat. Berikut adalah pemaknaannya :
Ha – Huripku Cahyaning Allah
Na – Nur Hurip cahya wewayangan
Ca – Cipta rasa karsa kwasa
Ra – Rasa kwasa tetunggaling pangreh
Ka – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat
Da – Dumadi kang kinarti
Ta – Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat
Sa – Sipat hana kang tanpa wiwit
Wa – Wujud hana tan kena kinira
La – Lali eling wewatesane
Pa – Papan kang tanpa kiblat
Dha – Dhuwur wekasane endhek wiwitane
Ja – Jumbuhing kawula lan Gusti
Ya – Yen rumangsa tanpa karsa
Nya – Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki
Ma – Mati bisa bali
Ga – Guru Sejati kang muruki
Ba – Bayu Sejati kang andalani
Tha – Thukul saka niat
Nga – Ngracut busananing manungsa
Dari uraian di atas, aksara Jawa yang berjumlah 20 dikumpulkan dalam 4 kelompok dengan masing-masing berisi 5 huruf. Pada tulisan ini saya akan membahas khususnya pada kelompok pertama, yaitu Ha, Na, Ca, Ra, dan Ka.
Ha – Huripku Cahyaning Allah (Hidupku adalah Cahaya Allah)
Secara sederhana aksara ini mengajarkan kepada kita tentang posisi dan siapa diri kita hidup di dunia ini. Hidup kita ini tak lain dan bukan hanyalah pancaran Cahaya dari Allah Swt. Hidup kita tergantung atas ADAnya ALLAH yang WAJIB adanya tersebut. Hidup kita bukan milik kita sesungguhnya, bukan hidup yang berdiri sendiri.
Na – Nur Hurip Cahya wewayangan (Nur Hidup Cahya yang membayang)
Cahaya Hidup (Hidup kita) adalah Cahaya yang hanya sekedar bayangan. Aksara ini menegaskan lebih tegas lagi apa yang sudah disampaikan aksara Ha. Akhlak kita, perbuatan kita hendaknya adalah pantulan dari hidup kita yang asli, murni dari Cahaya Allah yang ada pada kita.
Ca – Cipta rasa karsa kwasa (Cipta Rasa Karsa Kuasa)
Allah adalah sumber dari Cipta Rasa Karsa dan Kuasa yang ada pada diri kita. Itu semua adalah wujud yang bisa nampak dari ADAnya Allah SWT dalam diri kita. Setiap manusia dibekali itu semua. Aksara ini juga mengisyaratkan bahwa siapapun manusia yang mampu menguasai Cipta Rasa Karsa, maka dia akan menjadi Kuasa. Inilah bekal hidup manusia dalam mengarungi kehidupan di dunia.
Ra – Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya wujud satu-satunya kendali/yang memerintah)
Kesadaran akan adanya potensi, bekal yang ada pada dirinya, maka sebenarnya juga akan menyadarkan manusia, adanya Rasa terhadap Wujud Esa yang mengendalikan dirinya. Dalam konteks pribadi, maka manusia hendaknya menyadari adanya kekuatan, yang bisa mengendalikan keseluruhan Cipta Rasa dan Karsa.
Ka – Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Karsa Kuasa yang tanpa didasari oleh kehendak, kepentingan atau niat)
Kesadaran akan adanya Wujud Esa Yang Mengendalikan, adalah dengan tidak didasari kepentingan atau niat apapun, yang ada hanyalah kasih sayang dan keikhlasan. Aksara ini pula dapat dimengerti bahwa Allah swt. mempunyai kasih sayang yang mutlak tanpa adanya kepentingan terhadap makhluk.
Aksara Ha sampai Ka mengajarkan manusia kepada sang Khalik Allah swt. sebagai Hidup yang menjadi sumber hidup-hidup lainnya. Demikian pula aksara kelompok awal ini mengajarkan bahwa mengenal Allah dapat melalaui pengenalan apa yang ada pada diri, yaitu Cipta Rasa Karsa yang sudah menjadi amanah dan potensi awal dari Allah swt. kepada manusia. Dengan ketulusan rasa, maka manusia bisa mengenal Allah yang Hayyu Qoyyum.
Demikianlah sekelumit pelajaran yang bisa diambil dari aksara-aksara Jawa. Jika anda berkenan memperdalamnya silakan anda pelajari mengenai ajaran aksara Jawa dalam Sastra Jendra Hayuningrat.
Waallahu ‘alamu bisshowab.
Semoga bermanfaat.
*) penafsiran dari makna-makna di atas bisa berbeda dari satu orang dengan orang lain, meski berdasarkan pemaknaan yang sama.